Tuesday, May 08, 2007

Yesterday Story

Sushi: A Surprising Health Food

Posted by Cheryl Koch, M.S., R.D.
on Sun, May 06, 2007, 1:23 am PDT
Post a Comment
View all 1704 Comments »

Are you a sushi fanatic or do you have trouble getting past the thought of eating raw fish? Well, it turns out that our national indulgence in this tasty and visually enticing treat from Japan may also be good for our health.

Sushi is generally made with white rice and sweet rice vinegar, fresh vegetables, seaweed, sesame seeds, and cooked or raw seafood. Like many other Japanese foods, sushi tends to be low in fat, cholesterol, and calories.

In addition, sushi that has seafood as an ingredient is often an excellent source of heart-healthy omega-3 fatty acids, which lower the risk of blood clots and decrease triglyceride levels.

The fresh vegetables in most sushi also have essential vitamins and minerals. The seaweed wrapping for these rolls is rich in micronutrients and phytochemicals.

A few cautions if you are an avid sushi eater but have high blood pressure or are pregnant or nursing. Sushi made with seaweed tends to be a little higher in sodium, as is the soy sauce that each piece is dipped in.

Too much sodium in the diet contributes to high blood pressure. And if you are pregnant or nursing, be sure to avoid sushi made from fish, either raw or cooked. The raw fish may carry unwanted bacteria and any sushi made from fish, whether cooked or uncooked, is likely to contain high levels of mercury.

******


Artikle ini saya temukan di yahoo pagi ini. Saya tidak ingin membahas bagus tidaknya mengkonsumsi sushi. Tapi artikel ini mengingatkan saya akan kejadian kemaren, saat ada teman yang ulang tahun dan traktiranya di restoran Jepang. Kebetulan juga ada seorang boss yang telah habis masa kerja di Indonesia dan akan kembali ke Jepang, jadi ulang tahun gabung dengan farewell party.

Awalnya rencananya bukan ke restoran Jepang, tetapi diperjalan berubah rencana akhirnya ke restoran Jepang, waktu itu saya tidak bisa berkata apa-apa atau mengemukakan alasan apa-apa lagi, hanya bisa bingung harus berbuat apa?. Ini resiko yang harus sering saya hadapi jika bekerja pada orang yang tidak sebangsa dan berbeda agama dan ditambah dengan rekan-rekan kerja yang semuanya tidak seagama, hanya saya sendiri yang muslim di sini. Bekerja dengan belajar untuk menerapkan teloransi yang cukup tinggi, bekerja sama dengan tetap saling menghormati perbedaan agama.

Sepanjang yang saya tahu( dari bocoran kawan), kebanyakan restoran Jepang yang ada di Jakarta belum mendapat sertifikat halal dari MUI, jika pun yang telah mendapat sertifikat itu saya sendiripun tidak tahu yang manakah restorannya? Haramkah makanan restoran Jepang? Menurut saya tidak semua, karena umumnya makanan di sana terbuat dari tumbuhan lebih cendrung vegetarian, dan bahan dasar ikan laut, yang jelas haram tentu yang berbahan dasar pork. Akan tetapi halalkah? Saya juga tidak berani bilang iya, karena dalam sebuah buku resep masakan Jepang yang saya baca, banyak dari menu masakan itu akan ditambahi bumbu, sesendok sake, dua sendok anggur merah, dan berbagai macam bahan sejenis yang mengangdung alkahol dan kaldu babi, walau bahan dasarnya sayuran tapi jika dicampur dengan anggur merah tentu saja jadi tidak halal lagi. Jika kita yang memasaknya langsung tentu tidak akan ditambah sesendok sake atau anggur. Jika di restoran itu rasanya akan segan bertanya ini apakah dicampur sake?, dicampur anggur? Apalagi pergi dengan rombongan yang notabenenya tidak akan mempermasalahkan hal itu. Jika ragu lebih baik tidak memakannya.

Hal ini yang kemarin membuat saya bingung, di restoran itu saya harus memesan apa? Kepada siapa saya bisa bertanya? Makanan manakah yang bisa saya makan? Menghindar juga sudah tidak bisa lagi. Pengetahuan saya tentang masakan Jepang tidak cukup banyak dan ingatan akan mana saja jenis menu yang kemungkinan mengandung Alkohol atau kaldu babi juga tidak kuat. Karena nama masakan dalam bahasa Jepang itu dimata saya mirip semua sehingga saya tidak bisa membedakannya.

Untunglah itu jenis restoran All You Can Eat, jadi bebas memilih sesuka hati tanpa memesan, tapi tak enaknya juga tidak mungkin jika tidak memakan apa-apa atau hanya minum juice saja. Jadilah saya berusaha memilih-milih masakan walau dalam hati berkata ragu, saya ambil seminimal mungkin dengan cara makam yang lama agar tidak menjolok. Tapi tertanya boss itu memperhatikan juga “ Uri-san, makannya sedikit ya?” sebelum sempat saya jawab untunglah teman langsung menjawab “ that’s why, she is so slim, do you wanna have body like her?, You have to follow a strict diet like her”, jawaban berbau canda itu bikin saya tersenyum sendiri, terima kasih atas jawaban itu, punya tubuh kurus ada manfaatnya juga, Alhamdulillah.

Makanan yang halal, menjaga agar apa yang kita makan adalah halal tentu penting sekali, sebagai seorang muslim tentu saya harus melakukannya, makanlah dari rizki yang baik dan bersyukurlah, banyak ayat Al-quran yang menerangkannya, karena apa yang kita makan akan mempengaruhi tidak saja tubuh tapi juga jiwa, hati dan pemikiran.

Waktu kecil saya sering mendengar kisah mulia masa lalu yang diceritakan Bapak, tentang kisah “ Dalimo Anyuik kisah ini bercerita tentang seorang pemuda yang sedang menyeberangi sungai dengan sampan untuk pergi menuntut ilmu, ketika berada di tengah sungai ia melihat buah delima yang hanyut terbawa arus, ia langsung mengambil dan memakannya. Pendayung sampan langsung menegur pemuda tersebut, mengapa ia memakan buah delima itu sedangkan ia belum minta ijin kepada yang punya buah delima, buah itu tidak halal dimakannya, walau buah itu hanyut, tapi pasti ada yang menanamnya.

Pendayung sampan menyuruh pemuda tersebut mencari sang pemilik kebun delima, dan meminta ijin akan satu buah delima yang telah dimakannya agar tidak menjadi barang haram ditubuhnya. Pemuda itu pergi ke hulu sungai, dan akhirnya menemukan rumah pemilik kebun delima. Dalam percakapan dan perkenalan mereka sang pemilik delima ternyata terkesan dengan budi baik pemuda tersebut, dan ia menikahkannya dengan putrinya. Setelah menikah pemuda kemudian pergi melanjutkan tujuannya untuk menuntut ilmu.

Sepeninggalnya istrinya melahirkan seorang anak laki-laki, dibesarkan dan diajarkan mengaji berbagai ilmu. Akan tetapi anak tersebut tidak kunjung bisa mengaji dan membaca Al-quran. Sewaktu sang pemuda itu telah kembali lagi dari menuntut ilmu dan menemui istrinya, si istri mengadu mengapa anaknya tidak bisa menangkap pelajaran padahal ia sudah susah payah mengajarkan, saat itu pemuda itu sadar, kalau dia lupa niat awalnya datang ke rumah itu untuk meminta ijin akan sebutir buah delima yang telah dimakannya agar tidak menjadi barang haram yang mendarah daging di tubuhnya. Akhirnya ia meminta ijin dan maaf atas delima yang telah dimakanya. Dan ternyata anaknya setelah itu bisa menangkap berbagai macam ilmu dengan mudah dan lancar.

Itu cerita yang sering saya dengar dulu, mungkin versi penceritaan tidak bisa persis sama dengan aslinya, tapi itulah isi cerita yang bisa saya tangkap. Sekilas sepele, hanya sebutir delima, yang telah hanyut pula, bukan dicuri dari batangnya, dan delima juga bukan makanan yang haram seperti babi, tapi jika tidak halal di makan pengaruhnya ternyata sangat besar.

Juga makan direstoran Jepang, rasanya juga sekilas sepele, jika hanya sesendok sake, dua sendok anggur, sekian persen kaldu babi hanya sedikit tidak akan berpengaruh apa-apa. Tetapi jika tidak halal, meski sesendok juga tetap tidak halal. Dan itu juga tidak dalam keadaan darurat, kalau darurat yang haram bisa saja menjadi halal.

Semoga saja restoran-restoran seperti ini nanti, membuat menu masakan yang disertai komposisi bahan dan bumbu yang bisa dibaca oleh setiap pengunjung yang datang. Agar mudah menentukan mana masakan yang bisa dimakan mana yang tidak, terutama untuk menu-menu asing.

No comments: