Sekuak rentak tanah berjejak
Sejarah tersebar antar benua
Lembar zaman pernah berarak
Sejarah negeri bangsa legenda
Di tanah induk negeri lama
Membentang ke pulau kecil timur afrika
Gugusan mutiara lautan selatan Amerika
Gugusan bernama kembaran kecil jawa
Perahu cadik mencabik lautan
Singgahi dermaga persinggahan
Di situ jejak ditinggalkan
Satukan negeri di bawah panji kejayaan
Nusantara di tinta zaman
Di situ budaya pernah berjaya
Halus bahasa ramah rakyatnya
Budi pekerti dijunjung tinggi
Kuat agama tentramlah negeri
Jika iman kokoh di dada damai dunia dalam genggaman
Jika iman kulit belaka hancur negara dalam keserakahan
Setia jadi perisai bangsa
Rakyat cinta akan pemimpin
Raja lebih cinta pada rakyatnya
Raja takut rakyat melarat
Rakyat ingin raja selamat
Tiada beda kaya dan jelata
Di dalam bangsa kita sama
Tenggang rasa tepa selera
Seliuk sedayung jalankan bahtera
Kini waktu berputar sudah
Usah lupakan sejarah silam
Tapi jangan juga tenggalam
Oleh nostalgia bangsa bertuah
Sejarah lama jadi pedoman
Bukan jadi senjata kesombongan
Memandang rendah yang berlainan
Menganggap tinggi budaya sendiri
Mudah mencaci lagi memaki
Mengaku diri bangsa berbudi
Tapi lupa menengok diri
Minta dipuji enggan menghargai
Marah dicaci suka memaki
Mudah bertikai susah berdamai
Gemar berdebat enggan bersahabat
Kawan jadi lawan musuh jadi teman
Kesetiakawanan diabaikan
Kepentingan ditonjolkan
Jika hilang kejujuran habislah kepercayaan
Harapkan kemenangan tapi malah jadi hidangan
Tapi waktu kan terus berjalan
Dalam gelap selalu ada harapan
Di antara yang zalim ada yang alim
Semoga hadir jadi pemimpin
Luruskan jalan bentuk barisan
Sama berjuang dalam keikhlasan
Untuk wujudkan negeri impian
“Teruntuk diri sendiri, dan siapa saja yang membaca”
Sajak ini sudah lama ditulis tapi baru hari ini selesainya. Sebagian dari isinya terinspirasi dari sebuah buku ‘ Riau Sekuak Rentak” karya seorang dosen waktu kuliah. Meski judulnya memakai kata Riau tapi isinya bukan mengisahkan tentang Riau semata, tapi tentang sebuah kupasan sebuah bentang kebudayaan yang lebih luas. Saya mengagumi beliau dalam kepakarannya masalah kebudayaan, walau kuliah dengannya hanya bisa pada semester pendek saja, karena beliau lebih banyak jadi dosen terbang ke luar padahal terdaftar sebagai dosen tetap di Univ Negeri tempat saya menuntut ilmu dulu.
Mendengarkan kupasan tentang kebudayaan bagi saya adalah sesuatu yang menarik. Dalam kebudayaan rasanya beda pendapat, beda presepsi adalah hal biasa. Meski kadang dalam perkuliahan menahan panas hati jika unsur yang diyakini sebagai kebudayaan yang telah membesarkan diri mendapat kritikan tajam, tapi itulah perbedaan akan saling berbenturan bila tak saling ada penghargaan dan tak saling menahan diri saat mendapat kritikan. Jika sama sama menghargai mungkin akan menghadirkan sebuah solusi untuk perbaikan. Banggalah dengan kebudayaan sendiri, asal saja kebanggaan itu tidak sampai meremehkan kebanggaan pihak lain.
Meski mengagumi kepakarannya ada juga satu hal yang membuat saya mungkin akan mengambil sikap berseberangan dari banyak hal yang bisa beriringan, ada suatu kesimpulan kesepahaman yang membuat saya tak sepaham, meski waktu yang singkat tak akan cukup untuk memahami sebuah pemikiran lebih dalam atau mengambil suatu kesimpulan mutlak. Bagi saya perbedaan bukan untuk disepahamkan atau diseragamkan, tapi untuk saling mendapatkan hak penghargaan yang sama, perbedaan itu punya ruang gerak tersendiri, selama tak saling memusuhi untuk apa saling memerangi, tapi jika diserang sepihak tentu tak ada salahnya mempertahankan diri.
Meski berseberangan pemahaman saya juga tak ingin memperdebatkan pertentangan untuk hal-hal yang saya tak cukup punya pengetahuan tentang itu. Siapa tahu apa yang saya anggap benar adalah sesuatu yang salah karena minim dan dangkalnya pengetahuan saya.
Beda pendapat antara guru dan murid adalah hal biasa, yang terpenting murid jangan sampai tidak menghargai seorang guru. Guru punya hak untuk dihormati, tugasnya adalah mengajari sedang tugas murid mempelajari dan ambil yang bermanfaat abaikan jika dirasa tak sejalan tanpa perlu pertentangan.
Tahun lalu, di tempat yang tak terduga di Jakarta saya bertemu dengan beliau, waktu saya coba menyapa sepertinya beliau terheran saja. Adalah hal wajar seorang guru lupa murid yang kurang wajar murid lupa akan gurunya. “ Semoga dalam budaya tetap berjaya Pak”
( ketika rindu saat saat duduk di bangku perkuliahan )
2 comments:
Sajaknyo keren... mudah2an bukan utopia...
pokoknya "peace" ya.. :)
Post a Comment