di sini aku marajut benang-benang peristiwa menjadi lembaran kain cerita sebagai pakaian kata kata penutup duka perhiasan ceria
Thursday, June 28, 2007
Tuesday, June 26, 2007
Sajak Negeri Legenda dan Impian (utopia)
Sekuak rentak tanah berjejak
Sejarah tersebar antar benua
Lembar zaman pernah berarak
Sejarah negeri bangsa legenda
Di tanah induk negeri lama
Membentang ke pulau kecil timur afrika
Gugusan mutiara lautan selatan Amerika
Gugusan bernama kembaran kecil jawa
Perahu cadik mencabik lautan
Singgahi dermaga persinggahan
Di situ jejak ditinggalkan
Satukan negeri di bawah panji kejayaan
Nusantara di tinta zaman
Di situ budaya pernah berjaya
Halus bahasa ramah rakyatnya
Budi pekerti dijunjung tinggi
Kuat agama tentramlah negeri
Jika iman kokoh di dada damai dunia dalam genggaman
Jika iman kulit belaka hancur negara dalam keserakahan
Setia jadi perisai bangsa
Rakyat cinta akan pemimpin
Raja lebih cinta pada rakyatnya
Raja takut rakyat melarat
Rakyat ingin raja selamat
Tiada beda kaya dan jelata
Di dalam bangsa kita sama
Tenggang rasa tepa selera
Seliuk sedayung jalankan bahtera
Kini waktu berputar sudah
Usah lupakan sejarah silam
Tapi jangan juga tenggalam
Oleh nostalgia bangsa bertuah
Sejarah lama jadi pedoman
Bukan jadi senjata kesombongan
Memandang rendah yang berlainan
Menganggap tinggi budaya sendiri
Mudah mencaci lagi memaki
Mengaku diri bangsa berbudi
Tapi lupa menengok diri
Minta dipuji enggan menghargai
Marah dicaci suka memaki
Mudah bertikai susah berdamai
Gemar berdebat enggan bersahabat
Kawan jadi lawan musuh jadi teman
Kesetiakawanan diabaikan
Kepentingan ditonjolkan
Jika hilang kejujuran habislah kepercayaan
Harapkan kemenangan tapi malah jadi hidangan
Tapi waktu kan terus berjalan
Dalam gelap selalu ada harapan
Di antara yang zalim ada yang alim
Semoga hadir jadi pemimpin
Luruskan jalan bentuk barisan
Sama berjuang dalam keikhlasan
Untuk wujudkan negeri impian
“Teruntuk diri sendiri, dan siapa saja yang membaca”
Sajak ini sudah lama ditulis tapi baru hari ini selesainya. Sebagian dari isinya terinspirasi dari sebuah buku ‘ Riau Sekuak Rentak” karya seorang dosen waktu kuliah. Meski judulnya memakai kata Riau tapi isinya bukan mengisahkan tentang Riau semata, tapi tentang sebuah kupasan sebuah bentang kebudayaan yang lebih luas. Saya mengagumi beliau dalam kepakarannya masalah kebudayaan, walau kuliah dengannya hanya bisa pada semester pendek saja, karena beliau lebih banyak jadi dosen terbang ke luar padahal terdaftar sebagai dosen tetap di Univ Negeri tempat saya menuntut ilmu dulu.
Mendengarkan kupasan tentang kebudayaan bagi saya adalah sesuatu yang menarik. Dalam kebudayaan rasanya beda pendapat, beda presepsi adalah hal biasa. Meski kadang dalam perkuliahan menahan panas hati jika unsur yang diyakini sebagai kebudayaan yang telah membesarkan diri mendapat kritikan tajam, tapi itulah perbedaan akan saling berbenturan bila tak saling ada penghargaan dan tak saling menahan diri saat mendapat kritikan. Jika sama sama menghargai mungkin akan menghadirkan sebuah solusi untuk perbaikan. Banggalah dengan kebudayaan sendiri, asal saja kebanggaan itu tidak sampai meremehkan kebanggaan pihak lain.
Meski mengagumi kepakarannya ada juga satu hal yang membuat saya mungkin akan mengambil sikap berseberangan dari banyak hal yang bisa beriringan, ada suatu kesimpulan kesepahaman yang membuat saya tak sepaham, meski waktu yang singkat tak akan cukup untuk memahami sebuah pemikiran lebih dalam atau mengambil suatu kesimpulan mutlak. Bagi saya perbedaan bukan untuk disepahamkan atau diseragamkan, tapi untuk saling mendapatkan hak penghargaan yang sama, perbedaan itu punya ruang gerak tersendiri, selama tak saling memusuhi untuk apa saling memerangi, tapi jika diserang sepihak tentu tak ada salahnya mempertahankan diri.
Meski berseberangan pemahaman saya juga tak ingin memperdebatkan pertentangan untuk hal-hal yang saya tak cukup punya pengetahuan tentang itu. Siapa tahu apa yang saya anggap benar adalah sesuatu yang salah karena minim dan dangkalnya pengetahuan saya.
Beda pendapat antara guru dan murid adalah hal biasa, yang terpenting murid jangan sampai tidak menghargai seorang guru. Guru punya hak untuk dihormati, tugasnya adalah mengajari sedang tugas murid mempelajari dan ambil yang bermanfaat abaikan jika dirasa tak sejalan tanpa perlu pertentangan.
Tahun lalu, di tempat yang tak terduga di Jakarta saya bertemu dengan beliau, waktu saya coba menyapa sepertinya beliau terheran saja. Adalah hal wajar seorang guru lupa murid yang kurang wajar murid lupa akan gurunya. “ Semoga dalam budaya tetap berjaya Pak”
( ketika rindu saat saat duduk di bangku perkuliahan )
Sejarah tersebar antar benua
Lembar zaman pernah berarak
Sejarah negeri bangsa legenda
Di tanah induk negeri lama
Membentang ke pulau kecil timur afrika
Gugusan mutiara lautan selatan Amerika
Gugusan bernama kembaran kecil jawa
Perahu cadik mencabik lautan
Singgahi dermaga persinggahan
Di situ jejak ditinggalkan
Satukan negeri di bawah panji kejayaan
Nusantara di tinta zaman
Di situ budaya pernah berjaya
Halus bahasa ramah rakyatnya
Budi pekerti dijunjung tinggi
Kuat agama tentramlah negeri
Jika iman kokoh di dada damai dunia dalam genggaman
Jika iman kulit belaka hancur negara dalam keserakahan
Setia jadi perisai bangsa
Rakyat cinta akan pemimpin
Raja lebih cinta pada rakyatnya
Raja takut rakyat melarat
Rakyat ingin raja selamat
Tiada beda kaya dan jelata
Di dalam bangsa kita sama
Tenggang rasa tepa selera
Seliuk sedayung jalankan bahtera
Kini waktu berputar sudah
Usah lupakan sejarah silam
Tapi jangan juga tenggalam
Oleh nostalgia bangsa bertuah
Sejarah lama jadi pedoman
Bukan jadi senjata kesombongan
Memandang rendah yang berlainan
Menganggap tinggi budaya sendiri
Mudah mencaci lagi memaki
Mengaku diri bangsa berbudi
Tapi lupa menengok diri
Minta dipuji enggan menghargai
Marah dicaci suka memaki
Mudah bertikai susah berdamai
Gemar berdebat enggan bersahabat
Kawan jadi lawan musuh jadi teman
Kesetiakawanan diabaikan
Kepentingan ditonjolkan
Jika hilang kejujuran habislah kepercayaan
Harapkan kemenangan tapi malah jadi hidangan
Tapi waktu kan terus berjalan
Dalam gelap selalu ada harapan
Di antara yang zalim ada yang alim
Semoga hadir jadi pemimpin
Luruskan jalan bentuk barisan
Sama berjuang dalam keikhlasan
Untuk wujudkan negeri impian
“Teruntuk diri sendiri, dan siapa saja yang membaca”
Sajak ini sudah lama ditulis tapi baru hari ini selesainya. Sebagian dari isinya terinspirasi dari sebuah buku ‘ Riau Sekuak Rentak” karya seorang dosen waktu kuliah. Meski judulnya memakai kata Riau tapi isinya bukan mengisahkan tentang Riau semata, tapi tentang sebuah kupasan sebuah bentang kebudayaan yang lebih luas. Saya mengagumi beliau dalam kepakarannya masalah kebudayaan, walau kuliah dengannya hanya bisa pada semester pendek saja, karena beliau lebih banyak jadi dosen terbang ke luar padahal terdaftar sebagai dosen tetap di Univ Negeri tempat saya menuntut ilmu dulu.
Mendengarkan kupasan tentang kebudayaan bagi saya adalah sesuatu yang menarik. Dalam kebudayaan rasanya beda pendapat, beda presepsi adalah hal biasa. Meski kadang dalam perkuliahan menahan panas hati jika unsur yang diyakini sebagai kebudayaan yang telah membesarkan diri mendapat kritikan tajam, tapi itulah perbedaan akan saling berbenturan bila tak saling ada penghargaan dan tak saling menahan diri saat mendapat kritikan. Jika sama sama menghargai mungkin akan menghadirkan sebuah solusi untuk perbaikan. Banggalah dengan kebudayaan sendiri, asal saja kebanggaan itu tidak sampai meremehkan kebanggaan pihak lain.
Meski mengagumi kepakarannya ada juga satu hal yang membuat saya mungkin akan mengambil sikap berseberangan dari banyak hal yang bisa beriringan, ada suatu kesimpulan kesepahaman yang membuat saya tak sepaham, meski waktu yang singkat tak akan cukup untuk memahami sebuah pemikiran lebih dalam atau mengambil suatu kesimpulan mutlak. Bagi saya perbedaan bukan untuk disepahamkan atau diseragamkan, tapi untuk saling mendapatkan hak penghargaan yang sama, perbedaan itu punya ruang gerak tersendiri, selama tak saling memusuhi untuk apa saling memerangi, tapi jika diserang sepihak tentu tak ada salahnya mempertahankan diri.
Meski berseberangan pemahaman saya juga tak ingin memperdebatkan pertentangan untuk hal-hal yang saya tak cukup punya pengetahuan tentang itu. Siapa tahu apa yang saya anggap benar adalah sesuatu yang salah karena minim dan dangkalnya pengetahuan saya.
Beda pendapat antara guru dan murid adalah hal biasa, yang terpenting murid jangan sampai tidak menghargai seorang guru. Guru punya hak untuk dihormati, tugasnya adalah mengajari sedang tugas murid mempelajari dan ambil yang bermanfaat abaikan jika dirasa tak sejalan tanpa perlu pertentangan.
Tahun lalu, di tempat yang tak terduga di Jakarta saya bertemu dengan beliau, waktu saya coba menyapa sepertinya beliau terheran saja. Adalah hal wajar seorang guru lupa murid yang kurang wajar murid lupa akan gurunya. “ Semoga dalam budaya tetap berjaya Pak”
( ketika rindu saat saat duduk di bangku perkuliahan )
Monday, June 25, 2007
Hari ini
Hari ini
biarlah air mata itu ruah
mengalir mencari muaranya sendiri
ia akan mengalir tanpa gemericik bunyi
ia akan berhenti sendiri setelah puas tercurah
hari ini
izinkan senyum itu rekah
anggap sebagai pengganti puisi
yang kupersembahkan sebagai hadiah
bila mentari telah pergi
kutunggu bulan dan bintang
karena aku tetap malam
yang selalu rindu cahaya
malam butuh cahaya
meski dunia tak percaya
malam rindu lentara
meski terkesan tak membutuhkannya
karena malam selalu diam
menyimpan mimpi dalam bungkam
karena malam tak terlihat
tertutup gelap pekat
malam tak terdengar
karena malam hanya bisa mendengar
tapi malam selalu merindu cahaya.
hanya satu cahaya
penerang gulitanya
****
Siang Di Jakarta
biarlah air mata itu ruah
mengalir mencari muaranya sendiri
ia akan mengalir tanpa gemericik bunyi
ia akan berhenti sendiri setelah puas tercurah
hari ini
izinkan senyum itu rekah
anggap sebagai pengganti puisi
yang kupersembahkan sebagai hadiah
bila mentari telah pergi
kutunggu bulan dan bintang
karena aku tetap malam
yang selalu rindu cahaya
malam butuh cahaya
meski dunia tak percaya
malam rindu lentara
meski terkesan tak membutuhkannya
karena malam selalu diam
menyimpan mimpi dalam bungkam
karena malam tak terlihat
tertutup gelap pekat
malam tak terdengar
karena malam hanya bisa mendengar
tapi malam selalu merindu cahaya.
hanya satu cahaya
penerang gulitanya
****
Siang Di Jakarta
Friday, June 22, 2007
belajar menikmati hari
Saya biarkan tirai ruangan ini terbuka, sehingga cahaya bisa bebas masuk keruangan ini dari balik kaca, saya suka melihat ruangan tampak lebih terang dari biasanya. Dua hari boss keluar kota, dan saya merasa punya kesempatan untuk membereskan dan mengutak-atik hard file tanpa khawatir akan menimbulkan suara yang berisik, jika boss duduk di mejanya membereskan file file itu akan menimbulkan suara yang lumayan berisik.
Saya tak tahu sampai kapan saya akan jadi penghuni ruangan ini, kontrak kerja akan berakhir beberapa bulan lagi, akankah diperpanjang, memperpanjang, atau entahlah saya tidak tahu. Hari-hari kemarin tingkat kejenuhan saya benar benar tinggi, saat saya mulai ingin mengeluh saya mendengar percakapan telpon tak sengaja tetangga sebelah kamar kos tengah malam, sebenarnya saya tak berniat mencuri dengar percakapan orang lain. Tapi saya belum tertidur saat ia berbicara lumayan keras tengah malam yang telah sunyi, kayu dinding pembatas antar kamar tak mampu meredam suara itu. Tapi bagi saya itu bukanlah kebetulan, karena saya hanya bisa ikut menangis mendengar percakapannya. Percakapan itu membuat hati malu untuk mengeluh. Terima kasih untuk suara itu yang telah menembus kamar saya.
Selagi masih ada waktu saya ingin tetap tidak mengeluh, mencintai pekerjaan begitu banyak artikel tentang cara mencintai pekerjaan. Nikmati dan syukuri pekerjaan karena banyak orang di luar sana yang begitu mendambakan mendapat pekerjaan.
Hari ini saya ingin menikmati cahaya terang di ruangan ini. Jika saya nanti tidak diperpanjang kontrak atau juga tidak ingin memperpanjang kontrak, bukan karena pekerjaan tidak saya nikmati tapi karena memang waktunya sudah berakhir. Kini berikan saja yang terbaik untuk pekerjaan ini selagi saya mampu.
Menunggu batas waktu. Jika batas waktu itu nanti telah tiba saya ingin mengakhirinya dengan indah. Tanpa ada penyesalan dan kesedihan tanpa ada ganjalan. Agar bisa menyongsong hari depan dengan semangat yang baru.
Lakukan dengan cinta dan jika tiba saat melepaskan, saya ingin melepas dengan cinta juga.
****
tulisan ini saya tulis sejak pagi karena sibuk dengan file2 saya baru bisa selesaikan senja ini
Saya tak tahu sampai kapan saya akan jadi penghuni ruangan ini, kontrak kerja akan berakhir beberapa bulan lagi, akankah diperpanjang, memperpanjang, atau entahlah saya tidak tahu. Hari-hari kemarin tingkat kejenuhan saya benar benar tinggi, saat saya mulai ingin mengeluh saya mendengar percakapan telpon tak sengaja tetangga sebelah kamar kos tengah malam, sebenarnya saya tak berniat mencuri dengar percakapan orang lain. Tapi saya belum tertidur saat ia berbicara lumayan keras tengah malam yang telah sunyi, kayu dinding pembatas antar kamar tak mampu meredam suara itu. Tapi bagi saya itu bukanlah kebetulan, karena saya hanya bisa ikut menangis mendengar percakapannya. Percakapan itu membuat hati malu untuk mengeluh. Terima kasih untuk suara itu yang telah menembus kamar saya.
Selagi masih ada waktu saya ingin tetap tidak mengeluh, mencintai pekerjaan begitu banyak artikel tentang cara mencintai pekerjaan. Nikmati dan syukuri pekerjaan karena banyak orang di luar sana yang begitu mendambakan mendapat pekerjaan.
Hari ini saya ingin menikmati cahaya terang di ruangan ini. Jika saya nanti tidak diperpanjang kontrak atau juga tidak ingin memperpanjang kontrak, bukan karena pekerjaan tidak saya nikmati tapi karena memang waktunya sudah berakhir. Kini berikan saja yang terbaik untuk pekerjaan ini selagi saya mampu.
Menunggu batas waktu. Jika batas waktu itu nanti telah tiba saya ingin mengakhirinya dengan indah. Tanpa ada penyesalan dan kesedihan tanpa ada ganjalan. Agar bisa menyongsong hari depan dengan semangat yang baru.
Lakukan dengan cinta dan jika tiba saat melepaskan, saya ingin melepas dengan cinta juga.
****
tulisan ini saya tulis sejak pagi karena sibuk dengan file2 saya baru bisa selesaikan senja ini
Wednesday, June 20, 2007
Buat Ponakan Kecilku
Matahari kecilku
Hari ini
Dua tahun genap usiamu
Telah lihaikah berlari?
Telah lincahkah bermain?
Telah lancarkah mengeja kata?
Di sini hujan turun basahi bumi
Sederas rindu ingin melihat wajah mungilmu
Mengenang tingkah lakumu yang lucu
bersarung kecil kopiah mungil
gerak gerik lugu ikut sembayang
ikut bersuara saat azan berkumandang
meski bunyi suara belumlah jelas
ach… serasa badan ingin pulang
matahari kecilku
dari jauh kuhantar doa
semoga kini dan juga nanti
jadi mentari ayah bundamu
jadi penerang dalam gulita
penyejuk mata pendamai jiwa
dalam cahaya jalan lurus-NYA
To: My lovely nephew Syaamil S
Hari ini ponakan saya di kampung ulang tahun, rindu sekali ingin melihatnya, apakah sekarang ia sudah bisa bicara dengan lancar, lebaran kemarin masih cadel, ia memanggilku Tek Uur, Cuma lidahnya yang masih cadel Cuma bisa memanggil Tek tanpa bisa bersuara dan hanya bisa mengeluarkan bunyi U’U. lucu jika dipanggilnya begitu, bagi saya seperti sebuah panggilan kesayangan saja darinya.
Kata uda sifatnya rada mirip dengan saya waktu masih balita. Jika sedang merajuk suka sembunyikan wajah ke arah dinding sambil menangis tersedu-sedu tanpa suara, benarkah saya seperti itu waktu kecil? Saya sendiri juga tidak tahu, tapi jika benar malu dan lucu juga jadinya jika dibayangkan. Jika ponakan saya juga punya tingkah seperti itu berarti turunan dari eteknya ini ( hehehehe), menangis kan boleh meratap dilarang, anggap aja prakteknya seperti itu ( hmmm ini hanya pembelaan diri saja).
Hari ini
Dua tahun genap usiamu
Telah lihaikah berlari?
Telah lincahkah bermain?
Telah lancarkah mengeja kata?
Di sini hujan turun basahi bumi
Sederas rindu ingin melihat wajah mungilmu
Mengenang tingkah lakumu yang lucu
bersarung kecil kopiah mungil
gerak gerik lugu ikut sembayang
ikut bersuara saat azan berkumandang
meski bunyi suara belumlah jelas
ach… serasa badan ingin pulang
matahari kecilku
dari jauh kuhantar doa
semoga kini dan juga nanti
jadi mentari ayah bundamu
jadi penerang dalam gulita
penyejuk mata pendamai jiwa
dalam cahaya jalan lurus-NYA
To: My lovely nephew Syaamil S
Hari ini ponakan saya di kampung ulang tahun, rindu sekali ingin melihatnya, apakah sekarang ia sudah bisa bicara dengan lancar, lebaran kemarin masih cadel, ia memanggilku Tek Uur, Cuma lidahnya yang masih cadel Cuma bisa memanggil Tek tanpa bisa bersuara dan hanya bisa mengeluarkan bunyi U’U. lucu jika dipanggilnya begitu, bagi saya seperti sebuah panggilan kesayangan saja darinya.
Kata uda sifatnya rada mirip dengan saya waktu masih balita. Jika sedang merajuk suka sembunyikan wajah ke arah dinding sambil menangis tersedu-sedu tanpa suara, benarkah saya seperti itu waktu kecil? Saya sendiri juga tidak tahu, tapi jika benar malu dan lucu juga jadinya jika dibayangkan. Jika ponakan saya juga punya tingkah seperti itu berarti turunan dari eteknya ini ( hehehehe), menangis kan boleh meratap dilarang, anggap aja prakteknya seperti itu ( hmmm ini hanya pembelaan diri saja).
Tuesday, June 19, 2007
Hujan pagi hari
Tanah basah
Pagi hari
Langkah terarah
Tak berlari
Rintik hujan
Payung ungu
Sendiri berjalan
Terus melaju
Jalan ramai
Terasa sepi
Hati bertikai
Tanyai hati
Dingin menusuk
Udara lembab
Terasa sejuk
Tanya terjawab
Air jatuh
Menyusup tanah
Hati luruh
Telah pasrah
Bising menderu
Serasa senyap
Jiwa kaku
Di ujung harap
Langit berawan
Sahabat mendung
Rasa tertawan
Resah menggunung
Pohon diam
Menyambut hujan
Mencoba paham
Dalam keheningan
Jejak hilang
Tersapu air
Aku mengenang
Sebelum berakhir
Rumput basah
Terinjak kaki
Mata basah
Penyejuk hati
***
Jakarta. ketika hujan turun di pagi hari....
pic diambil dari.
Sunday, June 17, 2007
Berita dari Padang ( dari padangekpress)
Data / Berita Utama
Vika Cikita, Putri Tukang Parkir yang Meraih Nilai UN Terbaik se-Sumbar
Jum'at, 15-Juni-2007, 10:11:43
Telah dibaca sebanyak 295 kali
Kerap Jalan Kaki dari Jati Rumah Gadang ke Sekolah. Kemiskinan sangat dekat dengan kebodohan. Tapi hal itu tak berlaku pada Vika Cikita, siswa SMA 1 Padang, yang ternyata anak seorang tukang parkir di kota ini. Vika mampu membuka mata siapapun, bahwa kemiskinan keluarganya bukan halangan baginya menggapai nilai fantastis di sekolah. Vika berhasil meraih nilai ujian nasional (UN) terbaik se-Sumbar.
Sebuah rumah kayu dan berlantai kayu di Jati Rumah Gadang No VII Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur, ternyata menyimpan mutiara. Jika berkunjung ke kediaman Ridwan dan Indrawati—orangtua Vika—memang cukup sulit menemukannya. Maklum, kita harus berjalan kaki ke lokasi yang disebut warga sekitar Jati Rumah Gadang itu. Rumah itu ditempeli stiker keluarga miskin. Tak ada ruang tamu. Hanya sebuah beranda dilengkapi tiga sofa usang. Jika anda tamu, di sofa usang itulah anda bisa melepas kepenatan. Ridwan dan Indrawati akan menyambut dengan senyuman. Tulus. Disusul kemudian Vika keluar dari kamar.
Di sinilah, Vika Cikita, 17 tahun, anak pertama Ridwan, tinggal dan belajar setiap hari. Vika menceritakan hampir setiap hari dia ke sekolah berjalan kaki. Jika ada ongkos dari bapaknya yang menjadi tukang parkir di kawasan Bioskop Raya Teather Padang, Vika terkadang tetap jalan kaki. Rute Vika jalan kaki ke sekolahnya di SMAN 1 Padang melalui jalan kecil tembus ke Universitas Dharma Andalas di Jalan Perintis Kemerdekaan, lanjut ke Jalan Sudirman melalui belakang rumah Gubernur, dan langsung menuju ke SMAN 1. Ukuran waktunya lebih kurang 45 menit, bahkan satu jam perjalanan.
Walaupun berasal dari keluarga yang tak mampu, dari kecil Vika sudah terlihat cerdas. Itu berkat air susu ibunya. Sang ibu juga tak menyangka. Karena menurut Indrawati sejak kecil Vika makannya tidaklah yang mewah-mewah. Terpenting bernilai gizi, seperti tempe, tahu, telur, dan sayuran. Vika Cikita pun bukan tipe manja dan mudah berpatah arang. Cita-cita digengamnya kuat penuh semangat. Inilah pemicunya. Vika selalu berhasil membuktikan hal itu sejak SD dan SMP. Bahwa ia harus mampu membuat bahagia orangtuanya, walaupun tanpa merengek-rengek ikut les, seperti kebanyakan anak-anak berada.
“Bagaimana mau les, ke sekolah saja Vika berjalan kaki karena tidak ada ongkos. Walaupun begitu Vika tetap harus sekolah, karena dengan pendidikan itulah kita dapat mengangkat derajat kita,” ujar peraih peringkat pertama nilai UN tingkat Sumatera Barat ini kepada Padang Ekspres, sembari meletakkan segelas air putih.Kamu tentu sangat bahagia?
“Iya, Vika langsung sujud syukur pada Allah SWT saat mendengar pengumuman itu.Jujur, Vika tidak menyangka kalau Vika meraih peringkat satu UN. Karena, yang terpenting bagi Vika bagaimana Vika bisa lulus dengan nilai yang baik,” ujar Vika yang lantas membenahi jilbabnya.Yang membuat Vika was-was saat ini adalah apakah ia lulus dalam SPMB atau tidak nantinya dan biaya kuliahnya, walaupun begitu Vika sangat berharap ia dapat kuliah. Hal inilah yang menyebabkan orangtuanya mati-matian mengumpulkan uang agar ia bisa ikut bimbel SPMB.
Sederhana: Vika Cikita (kanan) bersama Ny Indrawati di rumahnya yang sederhana. Wali Kota Padang Fauzi Bahar (Insert) menyanggupi untuk memberi beasiswa bagi Vika hingga tamat.
“Hanya untuk mencari uang Rp250 ribu untuk bimbel SPMB, ayah Vika benar-benar harus banting tulang mencari uang. Makanya Vika benar-benar serius agar lulus, doakan ya, Kak,” tuturnya. Ketika masih kecil, Vika bercita-cita menjadi dokter karena ia ingin membantu orantuanya yang tak mampu. Ayah Vika berpropesi sebagai tukang parkir sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga.Tetapi setelah masuk ke bangku SMA, Vika mulai menyadari keadaannya. Keinginannya untuk masuk Fakultas Kedokteran terasa jauh dari dirinya. “Darimana uangnya, Kak, untuk biaya sekolah ini saja Vika dibantu oleh sekolah,. Jadi, tidak mungkin rasanya jika Vika mengikuti keinginan Vika.
Lalu Vika dianjurkan guru di sekolah untuk berkuliah di UNP dengan harapan agar Vika langsung menjadi guru.Makanya ketika ada program Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) Vika lalu memilih jurusan Fisika UNP.Tetapi sayang Vika tidak lulus di sana padahal untuk beli formulir PMDK saja Vika dibantu guru-guru,” keluhnya dengan mata berkaca-kaca.Ketika ditanya ke depan ia ingin memilih jurusan apa jika hendak kuliah Vika menjawabnya dengan bingung, bukan karena tak tahu jawabannya tetapi karena ia takut biayanya akan memberatkan orangtuanya.”Yang terpenting Vika ingin cari jurusan yang kuliahnya sebentar dan biayanya murah,” tukasnya.
Pergaulan Vika di Sekolah
Guru-guru di sekolah Vika mengaku, perilaku Vika sama sekali tak berbeda dari anak-anak lain. “Tidak ada minder sedikit pun berteman walau kadang ia tak jajan, tak terlihat ia mengeluh pada siapapun. Teman-temannya pun tak melihat sebelah mata pada Vika, mereka malah membantu Vika jika terlihat Vika belum makan atau jika ada acara-acara sekolah, tak segan-segan temannya membantu,” ujar Wakil Kepala Bidang Kesiswaan, Drs.Ramadansyah.
Alumni SMP 5 Padang ini memang sangat rendah hati sekali, walau banyak media yang ingin mewawancarainya.Ia tetap mengatakan bahwa ia takut dibilang terlalu diekspos karena ia belum apa-apa dibanding teman-teman lainnya. Bahkan, ia sangat menghargai teman-temannya yang selama ini membantunya. “Teman-teman Vika sering membantu Vika, jika Vika tidak ada uang jajan. Makanya, Vika tak ingin mengecewakan teman-teman,” tutur Vika. Saat mengetahui keberhasilan Vika, orangtua Vika senang tetapi tak terlalu kaget karena memang dari kecilnya Vika termasuk anak yang cerdas dan kreatif.
“Ketika kecil, Vika sering diundang menyanyi di pesta pernikahan atau acara-acara kelurahan. Dandanannya pun tak kalah dibanding penyanyi-penyanyi cilik lainnya.Tetapi, hobi Vika ini terhenti saat ia mulai SMP mungkin karena ia tahu keadaannya,” tutur ibu Vika, Indrawati (41).Ibu Vika sangat berharap agar ada pihak nantinya yang membantu biaya sekolah Vika. “Jujur, saya tak mampu membiayai kuliah Vika nantinya. Tapi, saya tak pernah mematikan harapan dan keinginan anak saya.Mudah-mudahan ada jalannya,” tutur Indrawati.
Wako Ulurkan Kasih
Saat berita ini ditulis, Padang Ekspres mendapat telepon dari Wali Kota Padang, Drs. Fauzi Bahar, M.Si. Subhanaullah, ternyata kabar luar biasa datang dari orang nomor satu di Kota Padang itu, Fauzi Bahar menyanggupi untuk membiayai kuliah Vika hingga ia tamat. “Dimanapun Vika nantinya kuliah, saya akan membiayainya hingga ia menamatkan kuliahnya. Silahkan Vika ingin kuliah di mana,” tegas Fauzi. (***)
******
bravo lora.. Tulisanya Ok. tak salah mendapat prediket ms. Metodelogi waktu kul
*****
Hidup sederhana bukan halangan untuk menjadi yang terbaik.. Bravo VIka maju terus....gantungkan cita setinggi bintang di langit...
****
BAGI SANAK SUDARO DI MANO SAJO BARADO. KOK LAI ADO NAN TAGARAK ATI UNTUK MANOLONG KELANJUTAN PENDIDIKAN VIKA.SILAHKAN HUBUNGI. www.padangekspress.co.id
Vika Cikita, Putri Tukang Parkir yang Meraih Nilai UN Terbaik se-Sumbar
Jum'at, 15-Juni-2007, 10:11:43
Telah dibaca sebanyak 295 kali
Kerap Jalan Kaki dari Jati Rumah Gadang ke Sekolah. Kemiskinan sangat dekat dengan kebodohan. Tapi hal itu tak berlaku pada Vika Cikita, siswa SMA 1 Padang, yang ternyata anak seorang tukang parkir di kota ini. Vika mampu membuka mata siapapun, bahwa kemiskinan keluarganya bukan halangan baginya menggapai nilai fantastis di sekolah. Vika berhasil meraih nilai ujian nasional (UN) terbaik se-Sumbar.
Sebuah rumah kayu dan berlantai kayu di Jati Rumah Gadang No VII Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur, ternyata menyimpan mutiara. Jika berkunjung ke kediaman Ridwan dan Indrawati—orangtua Vika—memang cukup sulit menemukannya. Maklum, kita harus berjalan kaki ke lokasi yang disebut warga sekitar Jati Rumah Gadang itu. Rumah itu ditempeli stiker keluarga miskin. Tak ada ruang tamu. Hanya sebuah beranda dilengkapi tiga sofa usang. Jika anda tamu, di sofa usang itulah anda bisa melepas kepenatan. Ridwan dan Indrawati akan menyambut dengan senyuman. Tulus. Disusul kemudian Vika keluar dari kamar.
Di sinilah, Vika Cikita, 17 tahun, anak pertama Ridwan, tinggal dan belajar setiap hari. Vika menceritakan hampir setiap hari dia ke sekolah berjalan kaki. Jika ada ongkos dari bapaknya yang menjadi tukang parkir di kawasan Bioskop Raya Teather Padang, Vika terkadang tetap jalan kaki. Rute Vika jalan kaki ke sekolahnya di SMAN 1 Padang melalui jalan kecil tembus ke Universitas Dharma Andalas di Jalan Perintis Kemerdekaan, lanjut ke Jalan Sudirman melalui belakang rumah Gubernur, dan langsung menuju ke SMAN 1. Ukuran waktunya lebih kurang 45 menit, bahkan satu jam perjalanan.
Walaupun berasal dari keluarga yang tak mampu, dari kecil Vika sudah terlihat cerdas. Itu berkat air susu ibunya. Sang ibu juga tak menyangka. Karena menurut Indrawati sejak kecil Vika makannya tidaklah yang mewah-mewah. Terpenting bernilai gizi, seperti tempe, tahu, telur, dan sayuran. Vika Cikita pun bukan tipe manja dan mudah berpatah arang. Cita-cita digengamnya kuat penuh semangat. Inilah pemicunya. Vika selalu berhasil membuktikan hal itu sejak SD dan SMP. Bahwa ia harus mampu membuat bahagia orangtuanya, walaupun tanpa merengek-rengek ikut les, seperti kebanyakan anak-anak berada.
“Bagaimana mau les, ke sekolah saja Vika berjalan kaki karena tidak ada ongkos. Walaupun begitu Vika tetap harus sekolah, karena dengan pendidikan itulah kita dapat mengangkat derajat kita,” ujar peraih peringkat pertama nilai UN tingkat Sumatera Barat ini kepada Padang Ekspres, sembari meletakkan segelas air putih.Kamu tentu sangat bahagia?
“Iya, Vika langsung sujud syukur pada Allah SWT saat mendengar pengumuman itu.Jujur, Vika tidak menyangka kalau Vika meraih peringkat satu UN. Karena, yang terpenting bagi Vika bagaimana Vika bisa lulus dengan nilai yang baik,” ujar Vika yang lantas membenahi jilbabnya.Yang membuat Vika was-was saat ini adalah apakah ia lulus dalam SPMB atau tidak nantinya dan biaya kuliahnya, walaupun begitu Vika sangat berharap ia dapat kuliah. Hal inilah yang menyebabkan orangtuanya mati-matian mengumpulkan uang agar ia bisa ikut bimbel SPMB.
Sederhana: Vika Cikita (kanan) bersama Ny Indrawati di rumahnya yang sederhana. Wali Kota Padang Fauzi Bahar (Insert) menyanggupi untuk memberi beasiswa bagi Vika hingga tamat.
“Hanya untuk mencari uang Rp250 ribu untuk bimbel SPMB, ayah Vika benar-benar harus banting tulang mencari uang. Makanya Vika benar-benar serius agar lulus, doakan ya, Kak,” tuturnya. Ketika masih kecil, Vika bercita-cita menjadi dokter karena ia ingin membantu orantuanya yang tak mampu. Ayah Vika berpropesi sebagai tukang parkir sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga.Tetapi setelah masuk ke bangku SMA, Vika mulai menyadari keadaannya. Keinginannya untuk masuk Fakultas Kedokteran terasa jauh dari dirinya. “Darimana uangnya, Kak, untuk biaya sekolah ini saja Vika dibantu oleh sekolah,. Jadi, tidak mungkin rasanya jika Vika mengikuti keinginan Vika.
Lalu Vika dianjurkan guru di sekolah untuk berkuliah di UNP dengan harapan agar Vika langsung menjadi guru.Makanya ketika ada program Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) Vika lalu memilih jurusan Fisika UNP.Tetapi sayang Vika tidak lulus di sana padahal untuk beli formulir PMDK saja Vika dibantu guru-guru,” keluhnya dengan mata berkaca-kaca.Ketika ditanya ke depan ia ingin memilih jurusan apa jika hendak kuliah Vika menjawabnya dengan bingung, bukan karena tak tahu jawabannya tetapi karena ia takut biayanya akan memberatkan orangtuanya.”Yang terpenting Vika ingin cari jurusan yang kuliahnya sebentar dan biayanya murah,” tukasnya.
Pergaulan Vika di Sekolah
Guru-guru di sekolah Vika mengaku, perilaku Vika sama sekali tak berbeda dari anak-anak lain. “Tidak ada minder sedikit pun berteman walau kadang ia tak jajan, tak terlihat ia mengeluh pada siapapun. Teman-temannya pun tak melihat sebelah mata pada Vika, mereka malah membantu Vika jika terlihat Vika belum makan atau jika ada acara-acara sekolah, tak segan-segan temannya membantu,” ujar Wakil Kepala Bidang Kesiswaan, Drs.Ramadansyah.
Alumni SMP 5 Padang ini memang sangat rendah hati sekali, walau banyak media yang ingin mewawancarainya.Ia tetap mengatakan bahwa ia takut dibilang terlalu diekspos karena ia belum apa-apa dibanding teman-teman lainnya. Bahkan, ia sangat menghargai teman-temannya yang selama ini membantunya. “Teman-teman Vika sering membantu Vika, jika Vika tidak ada uang jajan. Makanya, Vika tak ingin mengecewakan teman-teman,” tutur Vika. Saat mengetahui keberhasilan Vika, orangtua Vika senang tetapi tak terlalu kaget karena memang dari kecilnya Vika termasuk anak yang cerdas dan kreatif.
“Ketika kecil, Vika sering diundang menyanyi di pesta pernikahan atau acara-acara kelurahan. Dandanannya pun tak kalah dibanding penyanyi-penyanyi cilik lainnya.Tetapi, hobi Vika ini terhenti saat ia mulai SMP mungkin karena ia tahu keadaannya,” tutur ibu Vika, Indrawati (41).Ibu Vika sangat berharap agar ada pihak nantinya yang membantu biaya sekolah Vika. “Jujur, saya tak mampu membiayai kuliah Vika nantinya. Tapi, saya tak pernah mematikan harapan dan keinginan anak saya.Mudah-mudahan ada jalannya,” tutur Indrawati.
Wako Ulurkan Kasih
Saat berita ini ditulis, Padang Ekspres mendapat telepon dari Wali Kota Padang, Drs. Fauzi Bahar, M.Si. Subhanaullah, ternyata kabar luar biasa datang dari orang nomor satu di Kota Padang itu, Fauzi Bahar menyanggupi untuk membiayai kuliah Vika hingga ia tamat. “Dimanapun Vika nantinya kuliah, saya akan membiayainya hingga ia menamatkan kuliahnya. Silahkan Vika ingin kuliah di mana,” tegas Fauzi. (***)
******
bravo lora.. Tulisanya Ok. tak salah mendapat prediket ms. Metodelogi waktu kul
*****
Hidup sederhana bukan halangan untuk menjadi yang terbaik.. Bravo VIka maju terus....gantungkan cita setinggi bintang di langit...
****
BAGI SANAK SUDARO DI MANO SAJO BARADO. KOK LAI ADO NAN TAGARAK ATI UNTUK MANOLONG KELANJUTAN PENDIDIKAN VIKA.SILAHKAN HUBUNGI. www.padangekspress.co.id
Friday, June 15, 2007
Lelah
Monday, June 11, 2007
tiga bait
Lentera
Bersinarlah
Sekuat terang menembus malam
Bendera
Berkibarlah
Kibaranmu semangati medan juang itu
Tinta
Goreskanlah
Lembaran putih menunggu uraian tulisan itu
tiga kata berkait makna
di tiga bait sederhana
Bersinarlah
Sekuat terang menembus malam
Bendera
Berkibarlah
Kibaranmu semangati medan juang itu
Tinta
Goreskanlah
Lembaran putih menunggu uraian tulisan itu
tiga kata berkait makna
di tiga bait sederhana
Thursday, June 07, 2007
Pupuik Sarunai Batang Padi
Aku rindu alunan serunai
Pupuik Sarunai batang padi
Ditiup anak anak gembala
Di padang rumput di waktu senja
Ketika cahaya kuning menerpa
Menemani mereka bermain bersama alam
Berderai gelak dan tawa
Gurauan kata kata bersahaja
Tentang kisah kisah biasa
Canda canda sederhana
Berpadu di wajah wajah ceria
Aku rindu alunan serunai
Yang mengalun bersama liukan ilalang
Melodinya menari bersama angin
Iramanya berpesta dengan keheningan
Nadanya menyatu dengan kehidupan
Aku rindu alunan itu
Pupuik Sarunai Batang Padi
Kini tiada mengalun….
Cukuplah alunan dalam kerinduan
*** Jakarta Senja Hari***
Pupuik Sarunai batang padi
Ditiup anak anak gembala
Di padang rumput di waktu senja
Ketika cahaya kuning menerpa
Menemani mereka bermain bersama alam
Berderai gelak dan tawa
Gurauan kata kata bersahaja
Tentang kisah kisah biasa
Canda canda sederhana
Berpadu di wajah wajah ceria
Aku rindu alunan serunai
Yang mengalun bersama liukan ilalang
Melodinya menari bersama angin
Iramanya berpesta dengan keheningan
Nadanya menyatu dengan kehidupan
Aku rindu alunan itu
Pupuik Sarunai Batang Padi
Kini tiada mengalun….
Cukuplah alunan dalam kerinduan
*** Jakarta Senja Hari***
Wednesday, June 06, 2007
Tetangga Baru
Tetangga baru
Tetangga Baru, di lantai ini saya mememiliki tetangga baru, sebuah project asing yang baru saja menempati ruangan baru mereka. Mereka Grant Project dari Belanda di luar ruangannya tertulis “ Netherlands Water Partnership “. Minggu kemarin OM nya berkunjung keruangan saya, saya senang punya teman baru di sini, sebagai sesama orang pribumi yang bekerja untuk orang-orang yang pernah menjajah Indonesia, di lingkungan pemerintahan Indonesia yang sering menganggap saya atau orang-orang seperti saya sebagai kaki tangan penjajah, sebuah anggapan yang tidak mengenakkan, tapi juga tak ada alasan tepat untuk menyangkal.
Anggapan seperti ini yang sering membuat hubungan kerja begitu terasa perbedaan antara dua kebudayaan berbeda, pada saat harus berhadapan dengan pilihan “ antara nasionalisme dan kejujuran” pada hal itu untuk hal hal sepele, jika diturutkan kata “ Ach kita sama orang Indonesia, masak berpihak pada penjajah, masak nggak mau bantu dikit aja, bilangin ini bilangin itu …alah kita sebangsa, penjajah pelit” Saat itu akan dituntut suatu kata “ jujur”. Sedang saat orang asing-asing itu dengan entengnya berkata “ orang sini maunya dikit-dikit uang, semuanya harus pake uang, money oriented, uang dulu baru kerja” di sana juga mengedepan kata “ nasionalisme” yang tak rela bangsa sendiri dihina begitu saja. Menyedihkan memang tapi mau bilang apa jika tak juga punya cukup alasan untuk mematahkan pendapat tersebut, hanya bisa mengurut dada. Padahal tak semua orang Indonesia begitu, meski tak menampik kemungkinan ada yang seperti itu. Saya percaya masih ada orang-orang jujur di negeri ini, yang tidak berorientasi pada uang. Sekurang kurangnya saya ingin percaya dulu, jika kepercayaan yang telah hilang kemungkinan untuk bisa menemukannya akan semakin jarang, hingga tetaplah pegang kepercayaan itu.
Dengan OM Belanda itu, saya membicarakan tentang grant itu, dana batuan yang dikelola oleh mereka mereka juga (biarkan saja itu kebijakan mereka). Minggu ini ruangan itu sudah efektif, jika minggu kemarin masih OMnya saja sekarang sudah semua teamnya. Ada 12 Bulenya, sebagian besar dari mereka masih muda muda, mungkin tak beda jauh dengan usia saya, si keren-keren bermata biru, hmmmmm lumayan untuk cuci mata ( astagfirullah, ampuni hamba ya Allah, seharusnya berucap “ Maha Suci Allah yang telah menciptakan keindahan).
Ruangan mereka tepat berada di depan musholla, saya malah digodain teman-teman “ hai ur hati hati kalo mo sholat, jangan salah niat melirik dulu ke kiri sebelum sholat” benar juga sih kata teman itu, jika melirik ke kiri tepat ada meraka, ujian tambahan nih pas mau sholat, untung sebelah kiri, jadi anggap aja jika melirik ke kiri sengaja coba-coba mengintip-ngintip jendela menuju neraka (hehhe), Ya Allah kuatkan hati ini untuk menjaga pandangan. Ya terus terang aja saya suka aja liat mata-mata biru bukan berarti yang mata hitam tidak indah, semuanya indah, indah itu relatif jika yang biru bagi saya mungkin indah sekilas saja, yang hitam dan coklat mungkin semakin lama indahnya akan terasa kian menghujam dalam.(hmmmmm, tapi itupun jika sudah halal ditatap)
Semoga saja keberadaan mereka di sini bisa membawa manfaat bagi Indonesia tidak sekedar jual tampang atau malah merugikan Indonesia. Dan semoga juga tidak membava politk devide at impera mereka yang dulu, yang suka menangguk di air keruh. Dana Grant besar untuk beberapa bulan project mereka di sini benar benar bisa menampakkan hasil sebagai suatu Partnership bukan dana yang dari mereka oleh mereka dan kembali ke mereka juga, dan hanya meninggalkan nama di Indonesia bahwa mereka telah menyumbangkan dana hibah sebesar ********* tapi hasilnya sama sekali tidak nampak, atau dana yang terkucur bukan untuk mereka di sini tidak salah masuk kantong pelaku lokal yang akhirnya tetap berakhir dengan kata “rugi”
Tetangga Baru, di lantai ini saya mememiliki tetangga baru, sebuah project asing yang baru saja menempati ruangan baru mereka. Mereka Grant Project dari Belanda di luar ruangannya tertulis “ Netherlands Water Partnership “. Minggu kemarin OM nya berkunjung keruangan saya, saya senang punya teman baru di sini, sebagai sesama orang pribumi yang bekerja untuk orang-orang yang pernah menjajah Indonesia, di lingkungan pemerintahan Indonesia yang sering menganggap saya atau orang-orang seperti saya sebagai kaki tangan penjajah, sebuah anggapan yang tidak mengenakkan, tapi juga tak ada alasan tepat untuk menyangkal.
Anggapan seperti ini yang sering membuat hubungan kerja begitu terasa perbedaan antara dua kebudayaan berbeda, pada saat harus berhadapan dengan pilihan “ antara nasionalisme dan kejujuran” pada hal itu untuk hal hal sepele, jika diturutkan kata “ Ach kita sama orang Indonesia, masak berpihak pada penjajah, masak nggak mau bantu dikit aja, bilangin ini bilangin itu …alah kita sebangsa, penjajah pelit” Saat itu akan dituntut suatu kata “ jujur”. Sedang saat orang asing-asing itu dengan entengnya berkata “ orang sini maunya dikit-dikit uang, semuanya harus pake uang, money oriented, uang dulu baru kerja” di sana juga mengedepan kata “ nasionalisme” yang tak rela bangsa sendiri dihina begitu saja. Menyedihkan memang tapi mau bilang apa jika tak juga punya cukup alasan untuk mematahkan pendapat tersebut, hanya bisa mengurut dada. Padahal tak semua orang Indonesia begitu, meski tak menampik kemungkinan ada yang seperti itu. Saya percaya masih ada orang-orang jujur di negeri ini, yang tidak berorientasi pada uang. Sekurang kurangnya saya ingin percaya dulu, jika kepercayaan yang telah hilang kemungkinan untuk bisa menemukannya akan semakin jarang, hingga tetaplah pegang kepercayaan itu.
Dengan OM Belanda itu, saya membicarakan tentang grant itu, dana batuan yang dikelola oleh mereka mereka juga (biarkan saja itu kebijakan mereka). Minggu ini ruangan itu sudah efektif, jika minggu kemarin masih OMnya saja sekarang sudah semua teamnya. Ada 12 Bulenya, sebagian besar dari mereka masih muda muda, mungkin tak beda jauh dengan usia saya, si keren-keren bermata biru, hmmmmm lumayan untuk cuci mata ( astagfirullah, ampuni hamba ya Allah, seharusnya berucap “ Maha Suci Allah yang telah menciptakan keindahan).
Ruangan mereka tepat berada di depan musholla, saya malah digodain teman-teman “ hai ur hati hati kalo mo sholat, jangan salah niat melirik dulu ke kiri sebelum sholat” benar juga sih kata teman itu, jika melirik ke kiri tepat ada meraka, ujian tambahan nih pas mau sholat, untung sebelah kiri, jadi anggap aja jika melirik ke kiri sengaja coba-coba mengintip-ngintip jendela menuju neraka (hehhe), Ya Allah kuatkan hati ini untuk menjaga pandangan. Ya terus terang aja saya suka aja liat mata-mata biru bukan berarti yang mata hitam tidak indah, semuanya indah, indah itu relatif jika yang biru bagi saya mungkin indah sekilas saja, yang hitam dan coklat mungkin semakin lama indahnya akan terasa kian menghujam dalam.(hmmmmm, tapi itupun jika sudah halal ditatap)
Semoga saja keberadaan mereka di sini bisa membawa manfaat bagi Indonesia tidak sekedar jual tampang atau malah merugikan Indonesia. Dan semoga juga tidak membava politk devide at impera mereka yang dulu, yang suka menangguk di air keruh. Dana Grant besar untuk beberapa bulan project mereka di sini benar benar bisa menampakkan hasil sebagai suatu Partnership bukan dana yang dari mereka oleh mereka dan kembali ke mereka juga, dan hanya meninggalkan nama di Indonesia bahwa mereka telah menyumbangkan dana hibah sebesar ********* tapi hasilnya sama sekali tidak nampak, atau dana yang terkucur bukan untuk mereka di sini tidak salah masuk kantong pelaku lokal yang akhirnya tetap berakhir dengan kata “rugi”
Monday, June 04, 2007
Dua tahun Sudah
Dua tahun sudah, saudariku
Cahaya itu menuntun kapal indahmu berlabuh
Dalam kebeningan telaga Sang Maha Cinta
Menyelami arti dalamnya KeagunganNYA
Cahaya keabadian yang telah bertahun engkau rindu
Dua tahun sudah
Niat tekad dan imanmu teruji
Ketika badai silih berganti
Ketika gelombang tak jemu menghadang
Ketika engkau tetap mencoba mekar di antara duri
Ketika engkau tetap bertahan di antara ketidaksepahaman
Ketika engkau tetap hormati penentangan perbedaan dengan senyum ketulusan
Ketika engkau harus memilih
Antara cinta dan Sang Maha Cinta
Antara fana dan keabadian
Engkau telah tentukan pilihan
Dua tahun sudah
Mutiaramu berkilauan
Di antara hati hati kegegelapan
Mata air kesejukan itu mengalir
Di antara jiwa-jiwa kehausan
Di pelabuhan itu engkau sambut mereka
Di telaga itu engkau tuntun mereka
Untuk sama sama belajar mengarungi telaga Sang Maha Cinta
Engkau berkata “ demi cinta”
Cinta pada Sang Maha Pemilik Cinta
Dua tahun sudah
Air mata duka dan bahagia
Memberi riak-riak telaga
Dayung dayung itu silih berganti patah
Engkau tak pernah menyerah
Dalam kesulitan selalu ada kemudahan
Di ujung ujian ada kebahagian
Engkau jalani dengan keyakinan
Engkau berkata “ aku dengar dan aku patuh”
Dua tahun sudah
Engkau ukir jejak langkah
Bersama sama senyum yang selalu rekah
Engkau berkata “ ini amanah “
Dua tahun sudah
Telah berlalu dalam putaran waktu
Hari baru telah menunggu
Perjalanan baru akan dimulai
Di sana juga akan bertaburan
Keindahan ujian dan rintangan
Semoga di sana tetap bersemi
Wajah berbunga rindu Illahi
*** dedicate to my sister, 4th June, memperingati hari ke-dua tahun engkau berlabuh, you are not new comer anymore, but for me you are my teacher.
*** kita tak pernah tau kapan kita kembali, hanya bisa mempersiapkan diri selagi masih ada waktu dan berharap saat masa itu datang jiwa kembali dengan tenang dan diridhoi Aminn, Ya Robbi ampuni segala dosa kami… Amin”
*** meski dunia baru akan berbeda semoga kita tetap bisa saling mengingatkan ketika lupa salah dan khilaf karena manusia tempat salah dan lupa. thank you so much***
Cahaya itu menuntun kapal indahmu berlabuh
Dalam kebeningan telaga Sang Maha Cinta
Menyelami arti dalamnya KeagunganNYA
Cahaya keabadian yang telah bertahun engkau rindu
Dua tahun sudah
Niat tekad dan imanmu teruji
Ketika badai silih berganti
Ketika gelombang tak jemu menghadang
Ketika engkau tetap mencoba mekar di antara duri
Ketika engkau tetap bertahan di antara ketidaksepahaman
Ketika engkau tetap hormati penentangan perbedaan dengan senyum ketulusan
Ketika engkau harus memilih
Antara cinta dan Sang Maha Cinta
Antara fana dan keabadian
Engkau telah tentukan pilihan
Dua tahun sudah
Mutiaramu berkilauan
Di antara hati hati kegegelapan
Mata air kesejukan itu mengalir
Di antara jiwa-jiwa kehausan
Di pelabuhan itu engkau sambut mereka
Di telaga itu engkau tuntun mereka
Untuk sama sama belajar mengarungi telaga Sang Maha Cinta
Engkau berkata “ demi cinta”
Cinta pada Sang Maha Pemilik Cinta
Dua tahun sudah
Air mata duka dan bahagia
Memberi riak-riak telaga
Dayung dayung itu silih berganti patah
Engkau tak pernah menyerah
Dalam kesulitan selalu ada kemudahan
Di ujung ujian ada kebahagian
Engkau jalani dengan keyakinan
Engkau berkata “ aku dengar dan aku patuh”
Dua tahun sudah
Engkau ukir jejak langkah
Bersama sama senyum yang selalu rekah
Engkau berkata “ ini amanah “
Dua tahun sudah
Telah berlalu dalam putaran waktu
Hari baru telah menunggu
Perjalanan baru akan dimulai
Di sana juga akan bertaburan
Keindahan ujian dan rintangan
Semoga di sana tetap bersemi
Wajah berbunga rindu Illahi
*** dedicate to my sister, 4th June, memperingati hari ke-dua tahun engkau berlabuh, you are not new comer anymore, but for me you are my teacher.
*** kita tak pernah tau kapan kita kembali, hanya bisa mempersiapkan diri selagi masih ada waktu dan berharap saat masa itu datang jiwa kembali dengan tenang dan diridhoi Aminn, Ya Robbi ampuni segala dosa kami… Amin”
*** meski dunia baru akan berbeda semoga kita tetap bisa saling mengingatkan ketika lupa salah dan khilaf karena manusia tempat salah dan lupa. thank you so much***
Subscribe to:
Posts (Atom)