Monday, October 02, 2006

Dalam Termenung Berkicau Jua

Menurut seorang dosen filsafat yang unik, ya bagi saya beliau sangat unik dan istimewa, beliau jarang mengambil absen tapi jangan kaget jika beliau bisa memanggil mahasiswanya dengan nama lengkap dengan tiba-tiba, dan cara bicaranya yang awalnya terkesan ngawur dan cuek ternyata sebenarnya sangat sistematis jika alurnya diikuti dengan seksama terasa pesona dari apa yang sedang beliau bicarakan, dan jika mahasiswa tidak tidak acuh, beliau akan tetap berbicara dan tenggelam dengan alur pembicaraannya, tak peduli didengar atau tidak. Saat kita termenung ada dua kemungkinan yang terjadi, yang pertama merenung yang ke dua melamun, menurut beliau merenung itu, berfikir, alam fikiran yang akan membawa kita menerawang untuk memecahkan suatu masalah, mempertanyakan sesuatu yang ada dalam fikiran, hingga akhirnya menemukan jawaban dan ide-ide baru, dan saat seseorang selesai merenung dia seperti terbangun dengan lega dan mendapatkan sesuatu. Sedangkan melamun, alam hayalan yang akan membawa kita menerawang bermain bersama angan-angan, memasuki dunia pengandaian yang sesungguhnya berbeda dengan kenyataan yang ada, dan saat seseorang selesai melamun dia seperti tersentak dengan kecewa karena merasa kehilangan sesuatu. Jadi merenung itu dalam artian yang positif sedangkan melamun dalam artian yang negatif. Namun begitu, saat ini jujur saja, jika saya sedang termenung saya juga bingung ini merenung atau melamun. Dan bagaimanakah jika alam pikiran dan hayalan itu bergabung disebut apakah? Sayang, pertanyaan itu tak hadir waktu itu dan sekarang saya bukan mahasiswa lagi sehingga tidak bisa lagi bertanya kepada beliau.
Saat ini anggap saja saya sedang termenung dalam tulisan, saya ingin menerawang tentang suka dan duka. Suka duka merupakan perhiasan kehidupan, yang tidak bisa berdiri sendiri, tak akan nikmat suka jika tak pernah merasakan duka, tak akan sempurna duka bila tanpa ada suka sebagai perbandingannya, keduanya akan bergulir silih berganti menghampiri menjauhi, datang dan pergi dan keduanya tidak akan abadi selama dunia masih menjadi rumah kita. Menurut Dr. Aidh al –Qarni kebahagian itu tidak akan abadi, sebagaimana juga kesedihan tidak akan lestari ( la tahzan, maaf jika saya mengutip). Nikmatilah duka saat iya datang menerpa, jangan benci duka, karena duka adalah jalan rasakan indahnya suka, dan dekaplah suka saat iya datang menyapa, jangan terlalu menyanjungnya karena bagaimanapun ia juga sementara, tak ada yang abadi semua nya silih berganti. Beberapa hari yang lalu, dini hari saya mendapat berita duka kehilangan seseorang yang telah mengisi hari-hari dan menyayangi saya sejak kecil, saya begitu duka, rasanya banyak sesal yang membuat duka itu semakin dalam, saat saya menumpahkan rasa duka itu pada file diary, saya mendapat kabar kedua dari suami sohib karib saya sejak smu, bahwa telah lahir putra mereka dengan selamat melalui operasi Caesar dini hari. Saya tak tau persis apa yang saya rasakan saat itu, yang jelas saya terharu dan seakan berita itu seperti seteguk air dingin saat saya kehausan, sungguh menakjubkan serta merta saya bersyukur, Alhamdulilah, Maha Besar Allah. Jam dan waktu datang kehidupan baru dan perginya sebuah kehidupan hampir sama, yang semuanya nampak betapa besar KekuasaanNYA atas segala sesuatu. Seandainya berita kelahiran putra sahabat itu datang pada saat suasana hati saya biasa-biasa aja, mungkin rasa bahagia tidak setakjub hari itu, tapi karena saat itu saya benar-benar hanyut dalam duka, berita itu seakan hadiah indah tak terduga dariNYA. Janganlah benci duka karena dia adalah jalan untuk mengecap indahnya suka. Saya rasakan suka saat hati saya berduka. Betapa besar NikmatNYA yang terkadang sering diingkari.
Kehidupan dan kematian adalah KuasaNYA. DIA yang memiliki segalanya, datang sebagai titipan pergi sebagai perjalanan pulang kembali kepada Sang Pemilik Abadi. Berdukalah seperlunya dan bersukalah sewajarnya, semua hanya titipan…
Oh, saya ingin selesai menerawang, apakah saya seperti terbangun dan merasa lega, atau seperti tersentak dan merasa kehilangan?lamunan atau renungan?. Jika yang membawa menerawang ini adalah pikiran maka pikiran saya pasti terbatas, jika yang membawa adalah hayalan, semoga bukan angan-angan yang melenakan.


Jkt, 2sept06

3 comments:

Anonymous said...

permenungan dapat menyadarkan kita, akan jati diri kita sebagai seorang manusia yang tidak memiliki daya upaya untuk menentang takdir.

permenungan mungkin salah satu tingkah orang-orang sufi.

Anonymous said...

dalam perenungan ada hikmah dalam yang berkilau, menjawab jiwa yang bertanya, menghibur hati yang terluka..

sufi di hati, sufi di qolbu... tak perlu bertapa di gua tuk menjadi sufi, karena bila dalam bising kita merenung, dalam riuh kita tercenung, itulah "gua pertapaan hati" tuk terus mencari jati diri, dalam menggapai cinta Sang Illahi...

Anonymous said...

permenungan adalah jalan dalam mencari jawaban dalam fikiran, hati,...mencari jalan Tuhan.