Aku di sana
Ketika bintang terangkai tenang
Ketika malam memeluk bumi
Ketika sunyi bacakan puisi keheningan
Aku di sana
Bersama lena yang tak singgahi mata
Meniti duga asa dan rasa
Bersilang prasangka alam fikir
Aku di sana
Lelah bertikai emosi dan nurani
Rindu tenggelam ke alam mimpi
Lupakan segala perang perdebatan hati
Lelap damai hingga fajar mengajakku menyambut hari
Aku di sana
Letih berselisih dengan impian
Mengharap ketenangan satu arah tujuan
Lupakan sengketa sesakkan dada
Melaju berjalan tanpa sebuah kebimbangan
***
Ampuni segala kelalaianku Robb...
*
Kamis, Jakarta 30 August 2007
*
*
*
di sini aku marajut benang-benang peristiwa menjadi lembaran kain cerita sebagai pakaian kata kata penutup duka perhiasan ceria
Thursday, August 30, 2007
Wednesday, August 29, 2007
Agustus
Agustus yang kunanti
Kini akan berlalu pergi
Setelah genap tiga puluh satu hari
Akankah kutemui ketetapan hati?
Agustus yang kutunggu
Akan segera berlalu
Kabar dulu jadi semu
Kabar kini tiada tentu
Bertahan atau berlalu
Sisakan deburan ragu
Mencari jawaban penguat hati
Untuk sebuah keputusan
***
***
Job and Jakarta. Take or Leave it…??
Sebuah kebimbangan
“ Jangan ragu-ragu Nak, nanti makin kurus..” “hiks iya Mak “…
*
*
*
*** Rabu sore in Jakarta ***
*
Kini akan berlalu pergi
Setelah genap tiga puluh satu hari
Akankah kutemui ketetapan hati?
Agustus yang kutunggu
Akan segera berlalu
Kabar dulu jadi semu
Kabar kini tiada tentu
Bertahan atau berlalu
Sisakan deburan ragu
Mencari jawaban penguat hati
Untuk sebuah keputusan
***
***
Job and Jakarta. Take or Leave it…??
Sebuah kebimbangan
“ Jangan ragu-ragu Nak, nanti makin kurus..” “hiks iya Mak “…
*
*
*
*** Rabu sore in Jakarta ***
*
Tuesday, August 28, 2007
Gerhana
Purnama sebelum gerhana
gerhana sebelum cahaya
gerhana
bulan matahari sedang berbincang
ketika bumi jadi penengah
gerhana
gelap di lingkar cahaya
sesaat sebelum hilang
*****
semalam puas melihat purnama...
hmm hari ini kerjaan lumayan kacau.. bukan kerjaanya tapi sepertinya yang otak yang sedang mengerjakan...
gerhana sebelum cahaya
gerhana
bulan matahari sedang berbincang
ketika bumi jadi penengah
gerhana
gelap di lingkar cahaya
sesaat sebelum hilang
*****
semalam puas melihat purnama...
hmm hari ini kerjaan lumayan kacau.. bukan kerjaanya tapi sepertinya yang otak yang sedang mengerjakan...
Monday, August 27, 2007
Tiga Bait (..II..)
Lentara
di sana telah bersinar
malam terang tak perlu remang
Bendera
di sana telah berkibar
di tanah baru medan juangmu
Tinta
di sana telah menggores
kisah ilmu di lembar hidupmu
tiga bait makna bersua
kuhantar doa di dalam kata
***
teruntuk semua cinta, persahabatan, persaudaraan, Good luck semuanya...
***
di sana telah bersinar
malam terang tak perlu remang
Bendera
di sana telah berkibar
di tanah baru medan juangmu
Tinta
di sana telah menggores
kisah ilmu di lembar hidupmu
tiga bait makna bersua
kuhantar doa di dalam kata
***
teruntuk semua cinta, persahabatan, persaudaraan, Good luck semuanya...
***
Friday, August 24, 2007
Lukisan Cinta
Lukisan cinta
Dalam hamparan hijau pegunungan
Dalam aliran sejuk mata air
Di kemilau menguning tangga-tangga persawahan
Di kepak sayap burung-burung
Di rimbun dedaunan pepohonan
Di liukan pimping ilalang lereng
Di warna hitam batu alam
Di sudut terjal tebing bebatuan
Di gugusan awan-awan putih
Di latar biru langit kerinduan
Lukisan cinta
Di cabang ranting pohon jambu
Di runcing halus rumput jarum
Di liku jalan setapak di antara semak
Di teduh bayang lembah perlindungan
Di Bening telaga kehidupan
Lukisan cinta
Di seluruh alam semesta
semua ada atas Cinta-NYA
***
Hari ini saya teringat seorang Ibu setengah baya di sebuah pameran lukisan beberapa waktu yang lalu, sebuah pameran yang kebetulan saya lihat waktu lewat tak sengaja di depan gedung itu. Ibu itu begitu dalam dan lama mengamati sebuah lukisan belatar belakang gunung Tangguban Perahu. Waktu saya berada di dekatnya, kami bertukar senyum. Ibu itu langsung berkata “ lukisan ini begitu menyentuh kalbu”. Awalnya saya berpikir, sentuhan yang dirasakan adalah karena keindahan lukisan itu. tapi prediksi saya salah. Ternyata lukisan itu begitu menyentuh kisah hidupnya, sebuah kisah cinta. Dan lukisan itu adalah bagian dari kisahnya.
Di Lereng gunung itu kisahnya berawal. Akhirnya kami duduk pada bangku-bangku di depan lukisan itu. sambil terus memandang lukisan, Ibu itu bertutur tentang masa muda kuliah, menikah punya anak, dan sekarang mereka sudah besar-besar tak jauh berbeda dengan usia saya. Dari semua kisahnya saya melihat satu keseragaman dalam setiap episode waktu itu, keseragaman di sinar matanya ‘ Binar Binar Cinta“, ibu itu bercerita dengan penuh cinta, binar-binar yang tak berubah setiap tangga-tangga peristiwa hidupnya. Sampai sekarang Ia dan suaminya masih sering ke sana, sudut pandang pelukis sama dengan sudut pandang tempat yang sering di amatinya. Binar mata jatuh cinta saat Ia bercerita tentang suaminya begitu jelas. Mungkin binar mata seperti itu akan jadi hal biasa jika terlihat di mata muda-mudi jatuh cinta, pasangan yang lagi berbulan madu. Tapi bagi saya sangat luar biasa binar itu masih memancar dari mata seorang Ibu yang telah melewati usia setengah abad, setelah puluhan tahun berumah tangga. Sebuah cinta yang tak pudar oleh usia, ragam perjalanan dan kebiasaan. Puluhan tahun melewati hari hari bersama tidak membuat cintanya berubah hambar dan pudar tapi malah semakin bersinar.
Sering saya membaca tulisan yang mengatakan menemukan cinta itu sulit dan mempertahankan cinta itu lebih sulit. Jika tulisan itu dikaitkan dengan Ibu itu menjadikan Ia tampak istimewa. Sekian tahun berlalu masih tetap binar cinta bersinar di matanya. Meski saya tak tahu keseharian ibu itu, tapi dari cara dia bercerita rona ketenangan di wajahnya, rasanya cukup memberi tahu jika dia telah melukis kisah hidupnya dengan warna-warni cinta.
Ibu itu memang baru saya kenal waktu itu. tapi ceritanya membuat serasa saya mengenalnya sejak bertahun-tahun yang lalu. Di akhir pertemuan Ibu itu bertanya pada saya. Dari sekian banyak lukisan di sana yang manakah yang paling saya suka, saya jawab lukisan "telaga kecil" itu, airnya begitu bening dan dasarnya kelihatan.
Setelah puas mengamati lukisan-lukisan itu kamipun berpisah, saya merasa beruntung tak sengaja lewat di depan gedung itu. Ternyata saya tidak hanya melihat lukisan, tapi juga lukisan kehidupan yang penuh cinta. Saya pun pergi bergabung dengan teman-teman lain yang sedang mengadakan pertemuan rutin tak jauh dari gedung itu.
*
*
*
Dalam hamparan hijau pegunungan
Dalam aliran sejuk mata air
Di kemilau menguning tangga-tangga persawahan
Di kepak sayap burung-burung
Di rimbun dedaunan pepohonan
Di liukan pimping ilalang lereng
Di warna hitam batu alam
Di sudut terjal tebing bebatuan
Di gugusan awan-awan putih
Di latar biru langit kerinduan
Lukisan cinta
Di cabang ranting pohon jambu
Di runcing halus rumput jarum
Di liku jalan setapak di antara semak
Di teduh bayang lembah perlindungan
Di Bening telaga kehidupan
Lukisan cinta
Di seluruh alam semesta
semua ada atas Cinta-NYA
***
Hari ini saya teringat seorang Ibu setengah baya di sebuah pameran lukisan beberapa waktu yang lalu, sebuah pameran yang kebetulan saya lihat waktu lewat tak sengaja di depan gedung itu. Ibu itu begitu dalam dan lama mengamati sebuah lukisan belatar belakang gunung Tangguban Perahu. Waktu saya berada di dekatnya, kami bertukar senyum. Ibu itu langsung berkata “ lukisan ini begitu menyentuh kalbu”. Awalnya saya berpikir, sentuhan yang dirasakan adalah karena keindahan lukisan itu. tapi prediksi saya salah. Ternyata lukisan itu begitu menyentuh kisah hidupnya, sebuah kisah cinta. Dan lukisan itu adalah bagian dari kisahnya.
Di Lereng gunung itu kisahnya berawal. Akhirnya kami duduk pada bangku-bangku di depan lukisan itu. sambil terus memandang lukisan, Ibu itu bertutur tentang masa muda kuliah, menikah punya anak, dan sekarang mereka sudah besar-besar tak jauh berbeda dengan usia saya. Dari semua kisahnya saya melihat satu keseragaman dalam setiap episode waktu itu, keseragaman di sinar matanya ‘ Binar Binar Cinta“, ibu itu bercerita dengan penuh cinta, binar-binar yang tak berubah setiap tangga-tangga peristiwa hidupnya. Sampai sekarang Ia dan suaminya masih sering ke sana, sudut pandang pelukis sama dengan sudut pandang tempat yang sering di amatinya. Binar mata jatuh cinta saat Ia bercerita tentang suaminya begitu jelas. Mungkin binar mata seperti itu akan jadi hal biasa jika terlihat di mata muda-mudi jatuh cinta, pasangan yang lagi berbulan madu. Tapi bagi saya sangat luar biasa binar itu masih memancar dari mata seorang Ibu yang telah melewati usia setengah abad, setelah puluhan tahun berumah tangga. Sebuah cinta yang tak pudar oleh usia, ragam perjalanan dan kebiasaan. Puluhan tahun melewati hari hari bersama tidak membuat cintanya berubah hambar dan pudar tapi malah semakin bersinar.
Sering saya membaca tulisan yang mengatakan menemukan cinta itu sulit dan mempertahankan cinta itu lebih sulit. Jika tulisan itu dikaitkan dengan Ibu itu menjadikan Ia tampak istimewa. Sekian tahun berlalu masih tetap binar cinta bersinar di matanya. Meski saya tak tahu keseharian ibu itu, tapi dari cara dia bercerita rona ketenangan di wajahnya, rasanya cukup memberi tahu jika dia telah melukis kisah hidupnya dengan warna-warni cinta.
Ibu itu memang baru saya kenal waktu itu. tapi ceritanya membuat serasa saya mengenalnya sejak bertahun-tahun yang lalu. Di akhir pertemuan Ibu itu bertanya pada saya. Dari sekian banyak lukisan di sana yang manakah yang paling saya suka, saya jawab lukisan "telaga kecil" itu, airnya begitu bening dan dasarnya kelihatan.
Setelah puas mengamati lukisan-lukisan itu kamipun berpisah, saya merasa beruntung tak sengaja lewat di depan gedung itu. Ternyata saya tidak hanya melihat lukisan, tapi juga lukisan kehidupan yang penuh cinta. Saya pun pergi bergabung dengan teman-teman lain yang sedang mengadakan pertemuan rutin tak jauh dari gedung itu.
*
*
*
Thursday, August 23, 2007
Langit Waktu
*
langit waktu mungkin tlah sama
langit cerita mungkin berbeda
*
aku disapa bimbang
memamdang jalan yang terbentang
*
pada langit kualih pandang
harap terhapus semua bimbang
*** astagfiirullah***
*
*
*
langit waktu mungkin tlah sama
langit cerita mungkin berbeda
*
aku disapa bimbang
memamdang jalan yang terbentang
*
pada langit kualih pandang
harap terhapus semua bimbang
*** astagfiirullah***
*
*
*
Wednesday, August 22, 2007
haru
Aku dekap haru
Ketika rasa itu menderu
Rabb..
dalam lemahku
Kuatkan hatiku
Untuk selalu berserah dalam cintaMU
****
banyak hal-hal mengharukan hari ini
*
*
*
Ketika rasa itu menderu
Rabb..
dalam lemahku
Kuatkan hatiku
Untuk selalu berserah dalam cintaMU
****
banyak hal-hal mengharukan hari ini
*
*
*
Tuesday, August 21, 2007
Kisah di Bawah Hujan
Rintik rinai hujan
Sirami hamparan kekeringan
Beri sercecah pengharapan
Pada rumput-rumput kuning kemerahan
Aroma tanah basah
Di rindu bumi yang kerontang
Hilang sudah resah gelisah
Lupa cerita kemarau panjang
Daun daun tersenyum indah
Takjub beryukur akan anugrah
Hutan lebat berbisik ramah
“semoga hujan membawa berkah”
*** I Love Rain ****
*
*
*
*
Sirami hamparan kekeringan
Beri sercecah pengharapan
Pada rumput-rumput kuning kemerahan
Aroma tanah basah
Di rindu bumi yang kerontang
Hilang sudah resah gelisah
Lupa cerita kemarau panjang
Daun daun tersenyum indah
Takjub beryukur akan anugrah
Hutan lebat berbisik ramah
“semoga hujan membawa berkah”
*** I Love Rain ****
*
*
*
*
Monday, August 20, 2007
Pendamai
engkau yang tersenyum damai
ketika deru amarah tengah membara
engkau bawa telaga kata
di kecamuk pendapat yang bertikai
engkau usap dada sendiri
ketika kata berbalik menyerang diri
engkau lawan rasa keegoisan diri
saat nurani mulai merasa disakiti
*** teruntuk seorang sahabat selalu jadi pendamai yang barusan curhat susahnya jadi pendamai*** selalulah tersenyum damai***
*** dunia suram tanpa senyummu***
ketika deru amarah tengah membara
engkau bawa telaga kata
di kecamuk pendapat yang bertikai
engkau usap dada sendiri
ketika kata berbalik menyerang diri
engkau lawan rasa keegoisan diri
saat nurani mulai merasa disakiti
*** teruntuk seorang sahabat selalu jadi pendamai yang barusan curhat susahnya jadi pendamai*** selalulah tersenyum damai***
*** dunia suram tanpa senyummu***
Sunyi
Kupilih sunyi
saat kurasa tubuh ini berduri
aku takut melukai
setakut aku dilukai
kupilih menyepi
saat hati ini hilang arti
sulit bagiku peduli
sesulit aku berbagi
tiada salah dengan hari
tak ada salah pada waktu
bila tak sedap rasa di hati
" silaf hanya pada diriku "
*Jakarta Siang Hari*
*
saat kurasa tubuh ini berduri
aku takut melukai
setakut aku dilukai
kupilih menyepi
saat hati ini hilang arti
sulit bagiku peduli
sesulit aku berbagi
tiada salah dengan hari
tak ada salah pada waktu
bila tak sedap rasa di hati
" silaf hanya pada diriku "
*Jakarta Siang Hari*
*
Thursday, August 16, 2007
Menyepi
saat ingin menyepi
tak peduli ramai kata di luar diri
acuhkan ragam tatap pada diri
nikmati saja sepi dalam sunyi
*** saat ingin menyepi***
tak peduli ramai kata di luar diri
acuhkan ragam tatap pada diri
nikmati saja sepi dalam sunyi
*** saat ingin menyepi***
Tertawan Malam
Tertawan malam
tertawan malam
tiada mampu mata terpejam
pejam mata tiada lena
kemana angan mengembara?
Apakah gelap yang ditakuti
Ataukah mimpi yang dihindari
Terpicing jaga tak mati
Terbaring jiwa berlari
Apakah doa yang tak dimaknai
Ataukah jelaga penuh di hati
Apakah jiwa kurang berserah
Ataukah salah telah membungkah
Tertawan malam
Dalam kelam tak terpejam
….
*
*
tertawan malam
tiada mampu mata terpejam
pejam mata tiada lena
kemana angan mengembara?
Apakah gelap yang ditakuti
Ataukah mimpi yang dihindari
Terpicing jaga tak mati
Terbaring jiwa berlari
Apakah doa yang tak dimaknai
Ataukah jelaga penuh di hati
Apakah jiwa kurang berserah
Ataukah salah telah membungkah
Tertawan malam
Dalam kelam tak terpejam
….
*
*
Senandung Cinta Indonesiaku
RAYUAN PULAU KELAPA
Written by :Ismail Marzuki
Tanah airku Indonesia
Negri elok yang amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa nan amat subur
Pulau Melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala
Melambai-lambai nyiur di pantai
Berbisik-bisik Raja klana
Memuja pulau nan indah permai
Tanah airku Indonesia
Indonesia Pusaka :
Karangan / Ciptaan : Ismail Marzuki
Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa
Reff :
Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir menutup mata
Sungguh indah tanah air beta
Tiada bandingnya di dunia
Karya indah Tuhan Maha Kuasa
Bagi bangsa yang memujanya
Reff :
Indonesia ibu pertiwi
Kau kupuja kau kukasihi
Tenagaku bahkan pun jiwaku
Kepadamu rela kuberi
*** andai saja lagu-lagu ini mengalun diiringi biola***
****
Dirgahayu Negeriku
meski kini banyak yang telah pecah
bagiku engkau tetap indah
meski begitu banyak cerita salah kaprah
bagiku engkau tetap megah
meski banyak tangan yang serakah
bagiku engkau tetap ramah
meski di sini banyak yang bertikai
bagiku engkau tetap damai
*
*
*
Written by :Ismail Marzuki
Tanah airku Indonesia
Negri elok yang amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa nan amat subur
Pulau Melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala
Melambai-lambai nyiur di pantai
Berbisik-bisik Raja klana
Memuja pulau nan indah permai
Tanah airku Indonesia
Indonesia Pusaka :
Karangan / Ciptaan : Ismail Marzuki
Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa
Reff :
Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir menutup mata
Sungguh indah tanah air beta
Tiada bandingnya di dunia
Karya indah Tuhan Maha Kuasa
Bagi bangsa yang memujanya
Reff :
Indonesia ibu pertiwi
Kau kupuja kau kukasihi
Tenagaku bahkan pun jiwaku
Kepadamu rela kuberi
*** andai saja lagu-lagu ini mengalun diiringi biola***
****
Dirgahayu Negeriku
meski kini banyak yang telah pecah
bagiku engkau tetap indah
meski begitu banyak cerita salah kaprah
bagiku engkau tetap megah
meski banyak tangan yang serakah
bagiku engkau tetap ramah
meski di sini banyak yang bertikai
bagiku engkau tetap damai
*
*
*
Tuesday, August 14, 2007
ketenangan
ketenangan
bukanlah hidup tanpa harapan
tapi saat harapan tak tersangkut pada ciptaan
***JKT, 14 Agustus 2007***
*
*
bukanlah hidup tanpa harapan
tapi saat harapan tak tersangkut pada ciptaan
***JKT, 14 Agustus 2007***
*
*
Monday, August 13, 2007
Si Pipit Ternyata Ultah
setahun jejak di goreskan
dalam untai kicau senandung kata
sedih bahagia tertuliskan
semua indah dalam bahasa
Pagi ini Blog walking. melihat melihat blog ada postingan tentangnn ulang tahun blog, saya jadi mikir blog saya kapan ultahnya ya?.. ternyata ultahnya hari ini... ternyata telah setahun sudah blog ini mencatat hari hari benang-benang peristiwa, telahkah terajut kain cerita?
setahun sudah kenangan terajut dalam untaian kata kata, blog kenangan.... I love U my Blog...blog mungil Si Pipit Padi.
setahun pipit berkicau
gerangan apa yang terkabarkan
setahun kata dilantunkan
bumi manakah yang mendengarkan?
air mata ruah dalam butiran kata
sedih tertiup dalam bisikan kata
senyum tersemai dalam ulasan kata
bahagia menyeruak di taman kata
ada doa dalam kata
agar semuanya terasa Indah.
Wednesday, August 08, 2007
Diary Tengah Malam
Jam 12 saya masih baru berbaring hendak tidur sehabis ngobrol dengan teman-teman di ruang bawah sambil nonton TV, karena terlalu puas tidur siang, malamnya malah tidak ngantuk lagi( benar-benar holiday). Pas masih baru berbaring masih dalam membaca doa tidur dan harap agar tak terbangun dengan rasa sedih, tiba-tiba tempat tidur serasa didorong dengan keras, saya bingung tapi tidak ada pikiran itu gempa, dalam hati bertanya "apaan yang dorong tempat tidur ya? " Entah saking telmi atau bingung saya malah melongok kolong tempat tidur, “ "nggak ada apa-apa”, setelah lampu saya nyalakan baru saya sadar itu gempa, melihat hiasan kecil di dinding kamar berayun-ayun. Saya langsung keluar kamar, teman kamar sebelah juga merasakan hal yang sama, akhirnya kami sama sama turun ke bawah, untung saya masih bisa menyambar handuk sebagai pengganti kerudung. Di ruang bawah tangga nampak hiasan-hiasan dan gantungan lampu bergoyang-goyang. Ternyata teman-teman yang di lantai bawah sudah pada lari ke luar rumah. Di luar pintu pagar masih bergoyang-goyang.
Di jalan komplek ternyata tetangga-tetangga sebelah juga sudah berhamburan ke luar rumah. Tapi Bapak dan ibu kos kami sepertinya tidak merasakan gempa. Awalnya hendak dibangunkan tapi karena gempa telah berhenti rasanya sayang juga dibangunkan. Saat terasa aman, Ibu-ibu tetangga itu nampak saling berpelukan dengan tetangga lainnya seperti lama tak berjumpa. Awalnya saya heran kok pada pelukan ya?, teman langsung menjawab “ mungkin mereka jarang ketemu, karena kebetulan sama keluar malam ini, jadi sekalian silaturahmmi, ya siang siang semua pada sibuk “ saya senyum sendiri mendengar jawaban teman. Benar juga, jika jawaban teman ini benar, tetangga yang hanya dibatasi oleh pagar saja kadang tak saling bertemu.sibuk dengan urusan mereka masing-masing. ( termasuk kami, saya juga tak kenal tetangga sebelah hanya wajah saja, jika berpapasan paling hanya bertegur senyum).
Yang lebih sedih seperti anak-anaknya. Anak ibu kos saja. Mainnya hanya di dalam rumah saja sibuk dengan TV, game dan belajar, yang kadang belajar terlihat agak dipaksakan. Jarang sekali saya melihat ia main ke luar rumah dengan teman-teman sebayanya, main di lapangan atau permainan apa saja, inikah hidup di kota besar? Ruang hidup serasa begitu sempit, bagi saya yang mungkin masa kanak-kanaknya di besarkan di kampung yang semuanya serba luas dan terbuka tak kenal pagar pembatas, mau main ke ujung kampung yang jauh sekalipun ada saja yang akan mengenal, begitu banyak teman, permainan dan orang tua juga tidak khawatir, ada kebebasan yang luas untuk bermain asalkan pas azan magrib semua sudah di rumah sudah bersih. Tapi ini Jakarta bukan dusun kecil di kaki Gunung Sago. Jadi anggap saja “ Di mana bumi dipijak di situ langit dijujung ”
Di luar rumah sambil menunggu takut jika ada gempa susulan. Kami malah mengobrol lagi. Terutama pengelaman nge-kost di rumah itu. sudah tiga kali mengalami kejutan-kejutan di tengah malam. Pertama banjir, ke dua rumah tetangga yang kebakaran semalam gempa. Setiap kejutan selalu ada cerita suka-duka dan lucunya. Cerita-cerita yang suatu saat nanti akan jadi kenangan.
Setelah merasa tak apa-apa, kami semua masuk lagi, di SCTV langsung ada berita gempa yang menyatakan pusat gempa di Indramayu dengan kekuatan 7.2 skala R. ternyata gempanya cukup kuat dalam hati hanya bisa berharap semoga tidak terjadi kerusakan yang disebut bencana Amin….
*
*
*
Di jalan komplek ternyata tetangga-tetangga sebelah juga sudah berhamburan ke luar rumah. Tapi Bapak dan ibu kos kami sepertinya tidak merasakan gempa. Awalnya hendak dibangunkan tapi karena gempa telah berhenti rasanya sayang juga dibangunkan. Saat terasa aman, Ibu-ibu tetangga itu nampak saling berpelukan dengan tetangga lainnya seperti lama tak berjumpa. Awalnya saya heran kok pada pelukan ya?, teman langsung menjawab “ mungkin mereka jarang ketemu, karena kebetulan sama keluar malam ini, jadi sekalian silaturahmmi, ya siang siang semua pada sibuk “ saya senyum sendiri mendengar jawaban teman. Benar juga, jika jawaban teman ini benar, tetangga yang hanya dibatasi oleh pagar saja kadang tak saling bertemu.sibuk dengan urusan mereka masing-masing. ( termasuk kami, saya juga tak kenal tetangga sebelah hanya wajah saja, jika berpapasan paling hanya bertegur senyum).
Yang lebih sedih seperti anak-anaknya. Anak ibu kos saja. Mainnya hanya di dalam rumah saja sibuk dengan TV, game dan belajar, yang kadang belajar terlihat agak dipaksakan. Jarang sekali saya melihat ia main ke luar rumah dengan teman-teman sebayanya, main di lapangan atau permainan apa saja, inikah hidup di kota besar? Ruang hidup serasa begitu sempit, bagi saya yang mungkin masa kanak-kanaknya di besarkan di kampung yang semuanya serba luas dan terbuka tak kenal pagar pembatas, mau main ke ujung kampung yang jauh sekalipun ada saja yang akan mengenal, begitu banyak teman, permainan dan orang tua juga tidak khawatir, ada kebebasan yang luas untuk bermain asalkan pas azan magrib semua sudah di rumah sudah bersih. Tapi ini Jakarta bukan dusun kecil di kaki Gunung Sago. Jadi anggap saja “ Di mana bumi dipijak di situ langit dijujung ”
Di luar rumah sambil menunggu takut jika ada gempa susulan. Kami malah mengobrol lagi. Terutama pengelaman nge-kost di rumah itu. sudah tiga kali mengalami kejutan-kejutan di tengah malam. Pertama banjir, ke dua rumah tetangga yang kebakaran semalam gempa. Setiap kejutan selalu ada cerita suka-duka dan lucunya. Cerita-cerita yang suatu saat nanti akan jadi kenangan.
Setelah merasa tak apa-apa, kami semua masuk lagi, di SCTV langsung ada berita gempa yang menyatakan pusat gempa di Indramayu dengan kekuatan 7.2 skala R. ternyata gempanya cukup kuat dalam hati hanya bisa berharap semoga tidak terjadi kerusakan yang disebut bencana Amin….
*
*
*
Tuesday, August 07, 2007
keteduhan
Monday, August 06, 2007
Bintang
Petang datang
Menggulung terang
Malam kan kemenjelang
Akankah kutemui bintang?
*** aku rindu melihat bintang di langit tinggi bukan dalam mimpi***
*
Menggulung terang
Malam kan kemenjelang
Akankah kutemui bintang?
*** aku rindu melihat bintang di langit tinggi bukan dalam mimpi***
*
Teruntuk kawan
Teruntuk Kawan
Kawan
bila pulau impian telah tenggelam
teruslah berlayar
nun jauh di balik samudra pengembaraan
masih ada benua pengharapan
kawan
bila layar itu tercabik badai
jahitlah dengan benang ketulusan
bentangkan kembali di atas bahteramu
agar angin mengantarmu ke arah tujuan
kawan
bila bahteramu retak di tengah
tautkanlah dengan lempeng kesabaran
kokohkan dengan paku tekadmu
jadikan ombak ganas sahabatku
agar kapalmu kian berpacu melaju
di atas lautan kisah yang kan jadi sejarah
kawan
bila bahteraku pecah karam di tengah
tolong lanjutkan mimpiku
yang kutitip terselip di ujung layarmu
*** puisi lagi iseng, dedicate buat siapa saja yang mau disebut kawan***
*
*
*
Kawan
bila pulau impian telah tenggelam
teruslah berlayar
nun jauh di balik samudra pengembaraan
masih ada benua pengharapan
kawan
bila layar itu tercabik badai
jahitlah dengan benang ketulusan
bentangkan kembali di atas bahteramu
agar angin mengantarmu ke arah tujuan
kawan
bila bahteramu retak di tengah
tautkanlah dengan lempeng kesabaran
kokohkan dengan paku tekadmu
jadikan ombak ganas sahabatku
agar kapalmu kian berpacu melaju
di atas lautan kisah yang kan jadi sejarah
kawan
bila bahteraku pecah karam di tengah
tolong lanjutkan mimpiku
yang kutitip terselip di ujung layarmu
*** puisi lagi iseng, dedicate buat siapa saja yang mau disebut kawan***
*
*
*
Senandung Rindu Untuk Bunda
Bunda
Pagi ini aku merindu
Merindu teduh tatapanmu
Menatap telaga kasih di matamu
Merasakan hangat rengkuhanmu
Bunda
Pagi ini aku merindu
Mendengar cerita sederhanamu
Tentang tungku mengepul pagi ini
Tentang si belang yang telah lincah berlari
Melihat senyum tulus di gurat wajahmu
Seolah menyemai bunga semangat di jiwaku
Bunda
Pagi ini aku merindu
Lingkaran cinta di rumah kita
Jendela-jendela yang terbuka
Biarkan cahaya dan hembusan angina lereng menyeruak bebas
Ada tawa, ada canda
Seadanya dalam kata, bermakna dalam cinta
Jakarta, 9: 41 Am, 6 Juli 2007.
Pagi ini aku merindu
Merindu teduh tatapanmu
Menatap telaga kasih di matamu
Merasakan hangat rengkuhanmu
Bunda
Pagi ini aku merindu
Mendengar cerita sederhanamu
Tentang tungku mengepul pagi ini
Tentang si belang yang telah lincah berlari
Melihat senyum tulus di gurat wajahmu
Seolah menyemai bunga semangat di jiwaku
Bunda
Pagi ini aku merindu
Lingkaran cinta di rumah kita
Jendela-jendela yang terbuka
Biarkan cahaya dan hembusan angina lereng menyeruak bebas
Ada tawa, ada canda
Seadanya dalam kata, bermakna dalam cinta
Jakarta, 9: 41 Am, 6 Juli 2007.
Thursday, August 02, 2007
Lelah
Hanya lelah
tersisa kini
hanya rebah
teringin kini
tempat terindah yang kurindu kini hanya " RUMAH "
---
---
---
***
When i feel not good,
When i really miss " HOME "
Home huge me with love
*
*
*
tersisa kini
hanya rebah
teringin kini
tempat terindah yang kurindu kini hanya " RUMAH "
---
---
---
***
When i feel not good,
When i really miss " HOME "
Home huge me with love
*
*
*
Subscribe to:
Posts (Atom)