Ada haru ketika kubuka jendela
Saat kutatap cahaya mentari pagi
Ketika kulangkahkan kaki
Di bawah sinar terang permata bundar dunia
Ada telaga mengaca di balik kelopak mata
Ketika burung-burung kecil berterbangan di antara tembok-tembok kota
Pagi di musim kemarau tak ada tetes embun yang menyapa
Tapi pagi itu tetap ada, pembawa cahaya
Mentari pagi yang sama, tapi berbeda makna
Mentari datang dengan terang, tapi terlarang untuk dipuja
Masih ada bunga bunga
Mekar dalam siraman sang penjaga taman
Aneka warna beragam aroma
Mengundang kupu-kupu menari
Memberi senyuman pada setiap orang yang melewatinya
Aku terus berjalan
Lewati debu-debu jalanan
Ada ketakutan
Ada kecemasan
Ada keraguan
Berbaur bersama keharuan
Aku harus lewati hari
Karena musim pasti akan berganti
Kemarau sebelum hujan
Mekar sebelum gugur
Cerah sebelum mendung
Gelap sebelum terang
Tapi di sini
Tetap ada ketakutan
Takut memuja pesona bunga yang tetap mekar dalam kemarau
Bila nanti kembali menyaksikannya gugur di depan mata
Kelopak-kelopak putih berjatuhan ke peraduan bumi
Sisakan kenangan ia pernah merekah
Kini
biarlah bunga bunga mekar
dengan pesona seadanya
mentari tetap bersinar
sesuai dengan titahnya
di sini, aku
menawar getar, meredam debar
harap semua kembali datar
bersama roda waktu yang terus berputar
*** Jakarta, ketika pagi tanpa embun ***
____
___
_
No comments:
Post a Comment