Bunga...
bunga persahabatan yang engkau semai
akan kusambut dengan senyum persaudaraan
semoga mekar dalam taman keikhlasan
subur dalam pagar ketaqwaan
dalam siraman cahaya petunjuk-NYA
amin…
Matahari...
Bila cahaya matahari terasa sangat panas, mari sejenak duduk di tepian pantai menyaksikan tenggelamnya matahari di ufuk senja diiringi syair lagu Kemesraan. Dan semoga semua bara yang pernah menyala padam bersama mentari yang tenggelam. Hingga tiada lagi panas hilang ke dalam waktu yang tak lagi siang. Lelaplah matahari di peraduan keindahan senja.ketika malam tak ada lagi matahari. Dan Esok adalah hari yang berbeda.
di sini aku marajut benang-benang peristiwa menjadi lembaran kain cerita sebagai pakaian kata kata penutup duka perhiasan ceria
Sunday, July 29, 2007
Thursday, July 26, 2007
Pengaduan Senja
I.
Robb
padaMU aku mengadu
jangan biarkan badai ketakutanku
hancurkan benih-benih senyuman
yang selalu tersemai indah
dalam taman bibir kedamaian
II
izinkan kunanti malam
menawanku lebur bersama bintang
kerlap kerlip di kegelapan
untuk hapuskan segala keraguan
Robb
padaMU aku mengadu
jangan biarkan badai ketakutanku
hancurkan benih-benih senyuman
yang selalu tersemai indah
dalam taman bibir kedamaian
II
izinkan kunanti malam
menawanku lebur bersama bintang
kerlap kerlip di kegelapan
untuk hapuskan segala keraguan
Wednesday, July 25, 2007
Cerita pagi di musim kemarau
Ada haru ketika kubuka jendela
Saat kutatap cahaya mentari pagi
Ketika kulangkahkan kaki
Di bawah sinar terang permata bundar dunia
Ada telaga mengaca di balik kelopak mata
Ketika burung-burung kecil berterbangan di antara tembok-tembok kota
Pagi di musim kemarau tak ada tetes embun yang menyapa
Tapi pagi itu tetap ada, pembawa cahaya
Mentari pagi yang sama, tapi berbeda makna
Mentari datang dengan terang, tapi terlarang untuk dipuja
Masih ada bunga bunga
Mekar dalam siraman sang penjaga taman
Aneka warna beragam aroma
Mengundang kupu-kupu menari
Memberi senyuman pada setiap orang yang melewatinya
Aku terus berjalan
Lewati debu-debu jalanan
Ada ketakutan
Ada kecemasan
Ada keraguan
Berbaur bersama keharuan
Aku harus lewati hari
Karena musim pasti akan berganti
Kemarau sebelum hujan
Mekar sebelum gugur
Cerah sebelum mendung
Gelap sebelum terang
Tapi di sini
Tetap ada ketakutan
Takut memuja pesona bunga yang tetap mekar dalam kemarau
Bila nanti kembali menyaksikannya gugur di depan mata
Kelopak-kelopak putih berjatuhan ke peraduan bumi
Sisakan kenangan ia pernah merekah
Kini
biarlah bunga bunga mekar
dengan pesona seadanya
mentari tetap bersinar
sesuai dengan titahnya
di sini, aku
menawar getar, meredam debar
harap semua kembali datar
bersama roda waktu yang terus berputar
*** Jakarta, ketika pagi tanpa embun ***
____
___
_
Saat kutatap cahaya mentari pagi
Ketika kulangkahkan kaki
Di bawah sinar terang permata bundar dunia
Ada telaga mengaca di balik kelopak mata
Ketika burung-burung kecil berterbangan di antara tembok-tembok kota
Pagi di musim kemarau tak ada tetes embun yang menyapa
Tapi pagi itu tetap ada, pembawa cahaya
Mentari pagi yang sama, tapi berbeda makna
Mentari datang dengan terang, tapi terlarang untuk dipuja
Masih ada bunga bunga
Mekar dalam siraman sang penjaga taman
Aneka warna beragam aroma
Mengundang kupu-kupu menari
Memberi senyuman pada setiap orang yang melewatinya
Aku terus berjalan
Lewati debu-debu jalanan
Ada ketakutan
Ada kecemasan
Ada keraguan
Berbaur bersama keharuan
Aku harus lewati hari
Karena musim pasti akan berganti
Kemarau sebelum hujan
Mekar sebelum gugur
Cerah sebelum mendung
Gelap sebelum terang
Tapi di sini
Tetap ada ketakutan
Takut memuja pesona bunga yang tetap mekar dalam kemarau
Bila nanti kembali menyaksikannya gugur di depan mata
Kelopak-kelopak putih berjatuhan ke peraduan bumi
Sisakan kenangan ia pernah merekah
Kini
biarlah bunga bunga mekar
dengan pesona seadanya
mentari tetap bersinar
sesuai dengan titahnya
di sini, aku
menawar getar, meredam debar
harap semua kembali datar
bersama roda waktu yang terus berputar
*** Jakarta, ketika pagi tanpa embun ***
____
___
_
Tuesday, July 24, 2007
Pelangi Pengharapan
Lengkung pelangi pengharapan
Titian asa tiga warna
Bias cahaya setelah hujan
Setengah lingkar nauingi bumi
Tersipu senja pada hamparan
Istana hijau bercermin air
Berpesan air pada cahaya
‘ denganmu ia berbinar ‘
**July, 2007 in Jakarta**
*** Dedicated to sahabat. Dhani Ardiansyah, yang telah menemukan pelangi dalam sepasang mata bidadari, ditunggu hari “ H “ nya ya…. ***
*** don't kill an announcer yeah.... inikan hanya = that's what friends are for ***
Friday, July 20, 2007
Wednesday, July 18, 2007
Pesona Langit Malam
Adakah yang memperhatikan langit malam Jakarta, atau di mana saja dua malam yang lalu?. Jika ada, adakah yang setuju dengan saya, jika langit saat itu begitu indahnya?. Ya malam itu,langit luar biasa indah, bulan sabit besanding dengan bintang terang di sampingnya, tepat di bawah bulan sabit di tengah-tengah sabit, ada satu bintang kecil kemerah-merahan. Seperti sebuah cincin emas berkilau berpermatakan delima kemerahan, tersapu cahaya terang bintang putih kekuning-kuningan. Pekat kelam langit malam tanpa awan, membuat bulan sabit dan bintang-bintang bebas memperlihatkan keindahannya, kerlap-kerlip mengantung indah, butiran-butiran kemilau bercahaya menyapa setiap mata manusia yang menatapnya.
kapan ya bulan dan bintang akan terlihat seperti waktu itu lagi?
----
---
-
Mentari
Mentari
Tlah kulihat senyummu
Di antara dua permata
Mutiara dari timur dan Rubi ufuk barat
Rona kilau penuh cahaya
Berbinar dan bersinar
Dua maaf telah beradu
Angin berhembus tak lagi tabu
Yang pernah terang akan kukenang
Yang pernah redup akan kututup
Tlah kulihat senyummu
Di antara dua permata
Mutiara dari timur dan Rubi ufuk barat
Rona kilau penuh cahaya
Berbinar dan bersinar
Dua maaf telah beradu
Angin berhembus tak lagi tabu
Yang pernah terang akan kukenang
Yang pernah redup akan kututup
Friday, July 13, 2007
Irama
Coretan Hati yang Tak Usai
Kerling Bintang, cerpen yang baru saja baca di majalah pagi ini dalam salah satu alenianya tertulis:
“ Hujan terus, Is. Kadang kami di sawah bermandi hujan. Kalau sudah begitu deras, kami bernaung. Kamu masih ingat kan, is, nikmatnya nasi hangat meski hanya dengan sambal, disantap di hari hujan?”
Membaca alenia ini, ada getar rindu yang terasa, rindu akan saat bermandi hujan di sawah, dan jika hujan semakin deras bernaung di bawah dangau beratap ilalang. Ada getar haru terbayang raut wajah ayah bunda, dingin basah bertahan di bawah rintik hujan di tengah sawah demi harapan anak-anak bisa terus sekolah( jasa yang tak mampu terbalas oleh apapun).
Cerpen ini bercerita tentang perjuangan kakak beradik yatim piatu. Lebih tepatnya perjuangan seorang kakak demi adik adiknya. Mengharukan ceritanya tapi di akhir cerita alenianya tertulis;
“ Ah, air mata seakan telah habis ia keluarkan. Matanya kembali menatap milyaran bintang. Ia seakan melihat senyum kakaknya pada salah satu bintang. Entah, senyum kecewa atau senyum bahagia….”
Sebuah akhir yang menyedihkan, ketika sang kakak tewas tersambar petir di sawah dan sang adik belum sempat menyatakan kepada kakaknya bahwa ia telah berhenti kuliah karena biaya yang tak ramah kepada orang-orang seperti mereka. Padahal dalam kisah itu tergambar perjuangan keras hidup mereka.
Saya langsung teringat salah satu buku cerita karangan Sutan Takdir Alisabana “ Tak Putus Dirundung Malang”. Yang saya baca waktu SMP, kisah ini menceritakan sepasang kakak beradik yang saling menyayangi, pergi merantau untuk melanjutkan kehidupan mereka. Akhirnya sebuah toko roti menjadi pengharapan untuk tetap bertahan hidup, setelah itu tempat satu satunya yang sudi menerima mereka sebagai pekerja di sana.
Di sana kisah hidup bergulir, kisah-kisah sederhana yang dikemas dramatis, perjuangan, ketulusan, keluguan, dan kejujuran dua tokoh kakak beradik berbaur bersama iri dengki dan tipu daya, dan niat niat terselubung orang-orang sekitar, yang seolah juga menggambarkan dunia tak akan pernah ramah pada orang-orang seperti mereka. Hari demi hari kemalangan demi kemalangan tak putus merundung mereka. Hingga akhir cerita yang sangat tragis. Si adik perempuan mati bunuh diri, sedang sang kakak mati jatuh dari kapal, dan jasadnya tak lagi dicari orang karena tak ada lagi yang mempedulikan, jangkar kapal hanya diturunkan sesaat setelah itu berlalu seiring habisnya tutur cerita.
Buncah ruah begitu perasaan saya dulu waktu membaca akhir cerita itu. mengapa cerita itu begitu kejam, dua kakak beradik yang sangat baik, tulus, jujur serta lugu harus berakhir dengan tragis seperti itu. Rasanya setiap yang hidup pasti akan mati, tapi mengapa kematian sang adik harus bunuh diri, dan kematian sang kakak harus bersama keputusasaannya dalam sebatang kara, setelah kehilangan adik semata wayangnya sedang karakter tokohnya begitu kuat digambarkan jika mereka orang-orang yang baik. Mengapa pengarang kejam sekali, mengapa yang baik tidak berakhir baik di akhir cerita. Mengapa matinya tidak baik, tidak adil. Mengapa pengarang tidak mematikan tokoh dengan cara yang baik.
Sedih, luar biasa ketika tenggelam dalam ceritanya, tapi kemudian saya terpikir, itu hanya cerita, dan Sutan Takdir Alisabana telah berhasil menjadikan ceritanya sesuai dengan judulnya “ Tak Putus Dirundung Malang” sehingga saya sebagai pembaca tak putus dirundung air mata ketika membacanya, jika cerita nya berjudul “ Tak Putus Dirundung Mujur “ atau “ Rundung Malang Membawa Mujur “ tentu kisahnya akan berakhir bahagia, atau setidaknya dengan kematian yang indah, sebuah kematian yang membahagiakan di hari kebangkitan nanti, dan cukuplah derita mereka hanya di dunia saja.
Itu hanya cerita buah karya manusia, akhir cerita rekayasa manusia, atau nyata berbaur rekayasa, cerpen Kerling Bintang dan roman Tak Putus Dirundung Malang dua kisah berakhir tragis terhadap tokoh-tokoh yang digambarkan baik, adalah buah karya manusia, wajar jika di sana saya merasakan ketidakadilannya. Karena rekayasa yang sempurna adalah dari Pemilik Seluruh Kesempurnaan, yang baik pasti akan berakhir baik, jika akhirnya tidak baik pada hal yang seolah tampak baik, pertanyakan kembali berarti dalam yang tampak baik ada unsur ketidakbaikan, yang buruk akan berakhir buruk, jika berakhir baik untuk hal yang seolah buruk, berarti dalam hal yang tampak buruk ada unsur kebaikan, hanya mata salah melihat, hati salah menduga, sedang keadilan Yang Maha Adil itu PASTI. Jika belum bisa menemukan keadilan berarti hati yang masih harus diadili (terutama buat diri sendiri).
Membaca karya yang berakhir sedih yang tidak menenangkan bukan haru yang menyejukkan, kadang saya suka berpikir dua kali, buat apa membuat suasana hati makin gaduh dan sengaja membuat keruh, sedang yang telah keruh saja butuh waktu untuk menjernihkannya kembali. Tapi juga pelajaran, jika membaca sesuatu jangan terlalu larut dan tenggelam nanti susah mengapung kepermukaan lagi.
Saya tipe orang yang mudah tenggelam dalam alur cerita tapi susah naik mengapung lagi. Tapi juga tak mungkin setiap cerita yang ada di dunia ini indah-indah saja, alangkah sangat egois dan kekanak-kanakkan jika hanya menginginkan akhir cerita yang indah-indah saja ( hmm dua sifat yang seringkali kambuh). Apapun yang terjadi dan akhirnya apapun yang didapat dari setiap cerita hidup harus dihadapi dengan lebih dewasa. Mungkin seperti komentar Bapak yang sering saya dengar “ Kekanak-kanakanmu tak pernah hilang “ malu sendiri jika mengingatnya dan juga berikut nasehat “ Belajarlah untuk lebih dewasa Nak…” ( I keep trying Pak).
Hidup tak akan selalu indah, tapi selalu punya hikmah…..
Bersambung………
“ Hujan terus, Is. Kadang kami di sawah bermandi hujan. Kalau sudah begitu deras, kami bernaung. Kamu masih ingat kan, is, nikmatnya nasi hangat meski hanya dengan sambal, disantap di hari hujan?”
Membaca alenia ini, ada getar rindu yang terasa, rindu akan saat bermandi hujan di sawah, dan jika hujan semakin deras bernaung di bawah dangau beratap ilalang. Ada getar haru terbayang raut wajah ayah bunda, dingin basah bertahan di bawah rintik hujan di tengah sawah demi harapan anak-anak bisa terus sekolah( jasa yang tak mampu terbalas oleh apapun).
Cerpen ini bercerita tentang perjuangan kakak beradik yatim piatu. Lebih tepatnya perjuangan seorang kakak demi adik adiknya. Mengharukan ceritanya tapi di akhir cerita alenianya tertulis;
“ Ah, air mata seakan telah habis ia keluarkan. Matanya kembali menatap milyaran bintang. Ia seakan melihat senyum kakaknya pada salah satu bintang. Entah, senyum kecewa atau senyum bahagia….”
Sebuah akhir yang menyedihkan, ketika sang kakak tewas tersambar petir di sawah dan sang adik belum sempat menyatakan kepada kakaknya bahwa ia telah berhenti kuliah karena biaya yang tak ramah kepada orang-orang seperti mereka. Padahal dalam kisah itu tergambar perjuangan keras hidup mereka.
Saya langsung teringat salah satu buku cerita karangan Sutan Takdir Alisabana “ Tak Putus Dirundung Malang”. Yang saya baca waktu SMP, kisah ini menceritakan sepasang kakak beradik yang saling menyayangi, pergi merantau untuk melanjutkan kehidupan mereka. Akhirnya sebuah toko roti menjadi pengharapan untuk tetap bertahan hidup, setelah itu tempat satu satunya yang sudi menerima mereka sebagai pekerja di sana.
Di sana kisah hidup bergulir, kisah-kisah sederhana yang dikemas dramatis, perjuangan, ketulusan, keluguan, dan kejujuran dua tokoh kakak beradik berbaur bersama iri dengki dan tipu daya, dan niat niat terselubung orang-orang sekitar, yang seolah juga menggambarkan dunia tak akan pernah ramah pada orang-orang seperti mereka. Hari demi hari kemalangan demi kemalangan tak putus merundung mereka. Hingga akhir cerita yang sangat tragis. Si adik perempuan mati bunuh diri, sedang sang kakak mati jatuh dari kapal, dan jasadnya tak lagi dicari orang karena tak ada lagi yang mempedulikan, jangkar kapal hanya diturunkan sesaat setelah itu berlalu seiring habisnya tutur cerita.
Buncah ruah begitu perasaan saya dulu waktu membaca akhir cerita itu. mengapa cerita itu begitu kejam, dua kakak beradik yang sangat baik, tulus, jujur serta lugu harus berakhir dengan tragis seperti itu. Rasanya setiap yang hidup pasti akan mati, tapi mengapa kematian sang adik harus bunuh diri, dan kematian sang kakak harus bersama keputusasaannya dalam sebatang kara, setelah kehilangan adik semata wayangnya sedang karakter tokohnya begitu kuat digambarkan jika mereka orang-orang yang baik. Mengapa pengarang kejam sekali, mengapa yang baik tidak berakhir baik di akhir cerita. Mengapa matinya tidak baik, tidak adil. Mengapa pengarang tidak mematikan tokoh dengan cara yang baik.
Sedih, luar biasa ketika tenggelam dalam ceritanya, tapi kemudian saya terpikir, itu hanya cerita, dan Sutan Takdir Alisabana telah berhasil menjadikan ceritanya sesuai dengan judulnya “ Tak Putus Dirundung Malang” sehingga saya sebagai pembaca tak putus dirundung air mata ketika membacanya, jika cerita nya berjudul “ Tak Putus Dirundung Mujur “ atau “ Rundung Malang Membawa Mujur “ tentu kisahnya akan berakhir bahagia, atau setidaknya dengan kematian yang indah, sebuah kematian yang membahagiakan di hari kebangkitan nanti, dan cukuplah derita mereka hanya di dunia saja.
Itu hanya cerita buah karya manusia, akhir cerita rekayasa manusia, atau nyata berbaur rekayasa, cerpen Kerling Bintang dan roman Tak Putus Dirundung Malang dua kisah berakhir tragis terhadap tokoh-tokoh yang digambarkan baik, adalah buah karya manusia, wajar jika di sana saya merasakan ketidakadilannya. Karena rekayasa yang sempurna adalah dari Pemilik Seluruh Kesempurnaan, yang baik pasti akan berakhir baik, jika akhirnya tidak baik pada hal yang seolah tampak baik, pertanyakan kembali berarti dalam yang tampak baik ada unsur ketidakbaikan, yang buruk akan berakhir buruk, jika berakhir baik untuk hal yang seolah buruk, berarti dalam hal yang tampak buruk ada unsur kebaikan, hanya mata salah melihat, hati salah menduga, sedang keadilan Yang Maha Adil itu PASTI. Jika belum bisa menemukan keadilan berarti hati yang masih harus diadili (terutama buat diri sendiri).
Membaca karya yang berakhir sedih yang tidak menenangkan bukan haru yang menyejukkan, kadang saya suka berpikir dua kali, buat apa membuat suasana hati makin gaduh dan sengaja membuat keruh, sedang yang telah keruh saja butuh waktu untuk menjernihkannya kembali. Tapi juga pelajaran, jika membaca sesuatu jangan terlalu larut dan tenggelam nanti susah mengapung kepermukaan lagi.
Saya tipe orang yang mudah tenggelam dalam alur cerita tapi susah naik mengapung lagi. Tapi juga tak mungkin setiap cerita yang ada di dunia ini indah-indah saja, alangkah sangat egois dan kekanak-kanakkan jika hanya menginginkan akhir cerita yang indah-indah saja ( hmm dua sifat yang seringkali kambuh). Apapun yang terjadi dan akhirnya apapun yang didapat dari setiap cerita hidup harus dihadapi dengan lebih dewasa. Mungkin seperti komentar Bapak yang sering saya dengar “ Kekanak-kanakanmu tak pernah hilang “ malu sendiri jika mengingatnya dan juga berikut nasehat “ Belajarlah untuk lebih dewasa Nak…” ( I keep trying Pak).
Hidup tak akan selalu indah, tapi selalu punya hikmah…..
Bersambung………
Wednesday, July 11, 2007
Aku Takut
Robbi
Aku takut
Saat langit waktuku tertelungkup
Aku tengah terpaut untaian indahnya dosa
Aku takut
Saat Engkau perintahkan penjemputan
Aku sedang berpesta dengan hidangan kelalaian
Aku takut
Saat raga jiwaku saling melambai
Aku sedang terbuai dalam ayunan kesombongan
Aku takut
Saat kisah ceritaku telah tamat
Aku sedang merangkai bait-bait puisi iri dengki
Aku takut
Saat masa janjianku telah tiba
Aku sedang bertahta di singgasana hawa nafsu
Aku takut
Saat padang pengembaraanku telah digulung
Aku sedang menyandang kilau gelar kebodohan
Aku takut
Saat tiba waktu menemuiMU
Aku datang tanpa cahaya
***
Aku takut
Saat langit waktuku tertelungkup
Aku tengah terpaut untaian indahnya dosa
Aku takut
Saat Engkau perintahkan penjemputan
Aku sedang berpesta dengan hidangan kelalaian
Aku takut
Saat raga jiwaku saling melambai
Aku sedang terbuai dalam ayunan kesombongan
Aku takut
Saat kisah ceritaku telah tamat
Aku sedang merangkai bait-bait puisi iri dengki
Aku takut
Saat masa janjianku telah tiba
Aku sedang bertahta di singgasana hawa nafsu
Aku takut
Saat padang pengembaraanku telah digulung
Aku sedang menyandang kilau gelar kebodohan
Aku takut
Saat tiba waktu menemuiMU
Aku datang tanpa cahaya
***
Tuesday, July 10, 2007
Terbanglah pipit
Pipit kecil
Terbanglah
Bukalah sangkar jeruji hatimu
Bebaskan kicau senandung jiwamu
kepakkan sayap-sayap mungilmu
pipit kecil
lihatlah
dahan ranting yang setia engkau singgahi
angin yang tersenyum menyambut kepakanmu
sunyi merindu bahasa kicaumu
pipit kecil
sudahlah
damaikan mata dengan hatimu
silau cahaya tak akan membunuhmu
bila ajal belum teruntuk bagimu
tapi kusut sayap-sayap lusuh
mungkin kan padamkan lentera hidupmu
pipit kecil
cukuplah
kini... terbanglah
***
Terbanglah
Bukalah sangkar jeruji hatimu
Bebaskan kicau senandung jiwamu
kepakkan sayap-sayap mungilmu
pipit kecil
lihatlah
dahan ranting yang setia engkau singgahi
angin yang tersenyum menyambut kepakanmu
sunyi merindu bahasa kicaumu
pipit kecil
sudahlah
damaikan mata dengan hatimu
silau cahaya tak akan membunuhmu
bila ajal belum teruntuk bagimu
tapi kusut sayap-sayap lusuh
mungkin kan padamkan lentera hidupmu
pipit kecil
cukuplah
kini... terbanglah
***
Thursday, July 05, 2007
Biarkanlah
Biarkanlah permukaan lautan tetap tenang
bila itu mampu selimuti derasnya gelombang dasar lautan
biarkanlah terik siang itu menjauh
bila itu bisa memberi teduh pada bumi
biarkanlah kelopak bunga-bunga itu berguguran
bila itu bisa menambah suburnya tanah
biarkanlah hujan turun deras tanpa gelegar guruh
bila itu bisa membuat tumbuhan tertawa riuh
biarkanlah angin udara tetap membisu
bila itu bisa menyampaikan setiap bisik bunyi dan suara lalui getaran gelombangnya
Biarkanlah benteng itu seolah berdiri kokoh meski hendak roboh
bila itu bisa menghindari pandangan iba musafir yang lewat
Biarkanlah sepi menyendiri dalam hening
bila itu bisa memberi sejenak ketenangan
biarkanlah gunung termenung dalam bisunya
bila itu bisa membuatnya anggun membiru dari kejauhan
biarkanlah mendung berlalu setelah hujan
bila itu bisa membuat mentari bersinar makin terang
biarkanlah pohon diam dalam tegak kakunya
bila itu bisa membuatnya khusuk dalam tasbihnya
biarkanlah pipit tetap menjadi pipit
bila itu bisa membuatnya mengerti arti bahagia tanpa khayal berubah menjadi merak
biarkanlah alam berputar sesuai aturannya
bila itu bisa mengajari banyak tersirat ilmu pengetahuan
biarkanlah apapun yang terjadi terangkum dalam perumpamaan terindah
bila itu bisa menuntun hati untuk menemukan kepingan hikmah
****
( Biarkanlah pagi di Jakarta tetap terasa cerah dengan sinar bola mata dunia yang menerangi)
bila itu mampu selimuti derasnya gelombang dasar lautan
biarkanlah terik siang itu menjauh
bila itu bisa memberi teduh pada bumi
biarkanlah kelopak bunga-bunga itu berguguran
bila itu bisa menambah suburnya tanah
biarkanlah hujan turun deras tanpa gelegar guruh
bila itu bisa membuat tumbuhan tertawa riuh
biarkanlah angin udara tetap membisu
bila itu bisa menyampaikan setiap bisik bunyi dan suara lalui getaran gelombangnya
Biarkanlah benteng itu seolah berdiri kokoh meski hendak roboh
bila itu bisa menghindari pandangan iba musafir yang lewat
Biarkanlah sepi menyendiri dalam hening
bila itu bisa memberi sejenak ketenangan
biarkanlah gunung termenung dalam bisunya
bila itu bisa membuatnya anggun membiru dari kejauhan
biarkanlah mendung berlalu setelah hujan
bila itu bisa membuat mentari bersinar makin terang
biarkanlah pohon diam dalam tegak kakunya
bila itu bisa membuatnya khusuk dalam tasbihnya
biarkanlah pipit tetap menjadi pipit
bila itu bisa membuatnya mengerti arti bahagia tanpa khayal berubah menjadi merak
biarkanlah alam berputar sesuai aturannya
bila itu bisa mengajari banyak tersirat ilmu pengetahuan
biarkanlah apapun yang terjadi terangkum dalam perumpamaan terindah
bila itu bisa menuntun hati untuk menemukan kepingan hikmah
****
( Biarkanlah pagi di Jakarta tetap terasa cerah dengan sinar bola mata dunia yang menerangi)
Tuesday, July 03, 2007
Segelas Teh Pagi Hari
Segelas Teh di mejaku
Penyegar raga pagi hari
Temaniku lewati waktu
Seiring terbit sang mentari
Segelas teh di mejaku
Beri aroma penguat diri
Rasa manis tak terlalu
Penawar getir getar hati
****
Segelas teh di meja kerja
Minum Yuk……
Minum teh pagi, sejak kecil saya suka minun teh pagi hari, mungkin karena sudah kebiasaan keluarga, pagi hari berkumpul bersama sebelum berpencar masing-masing dengan aktivitas sekolah atau ke sawah. Minum teh disertai santapan ringan buatan tangan Amak, kadang pisang goreng, pisang abuaih, kue mangkuak, bubur kacang ijo, lamang panggang, limpiang atau makanan kecil lainya.
Menatap jendela yang terbuka nikmati cahaya matahari yang muncul dari balik bukit Barisan. Memandang keindahan birunya gunung Sago dengan iringan irama kicauan pipit dan punai serta murai yang terbang rendah di halaman. Berbaur bersama kokok ayam yang mulai ricuh mengais tanah mencari butiran makanan, mungkin bulir beras dan padi atau dedak kemarin petang yang sengaja diserak sehabis menumbuk padi di heler ujung kampung.
Kue terakhir jadi rebutan dengan sang kakak, dibagi dua tanda damai beradik kakak setelah sering saling mengalah, siapa yang memberi berarti lebih sayang, karena sama-sama mengaku sayang kuenya jadi dibagi dua untuk bisa saling memberi. Mungkin itu cara Amak mendamaikan kami jika mulai berebut sesuatu, hingga saling menunggu jika salah satu tak ada di rumah tak ingin mengambil jatah lebih dulu, jika hanya tersisa sepotong kue.
Kini, segelas teh di meja kerja tanpa kue buatan Amak, tak ada canda Bapak, tak ada suara kakak. Tak ada jendela yang terbuka tanpa gunung yang biru. Tapi cukuplah segelas teh hangatkan kenangan di jiwa ini, kebersamaan itu akan tetap ada hidup dalam ingatan meski terpisah bentangan darat dan lautan. Nikmati segelas teh pagi ini, semoga hari ini seterang cahaya mentari yang menyusup lewat sela-sela tirai jendela kaca.
( pagi di meja kerja)
Penyegar raga pagi hari
Temaniku lewati waktu
Seiring terbit sang mentari
Segelas teh di mejaku
Beri aroma penguat diri
Rasa manis tak terlalu
Penawar getir getar hati
****
Segelas teh di meja kerja
Minum Yuk……
Minum teh pagi, sejak kecil saya suka minun teh pagi hari, mungkin karena sudah kebiasaan keluarga, pagi hari berkumpul bersama sebelum berpencar masing-masing dengan aktivitas sekolah atau ke sawah. Minum teh disertai santapan ringan buatan tangan Amak, kadang pisang goreng, pisang abuaih, kue mangkuak, bubur kacang ijo, lamang panggang, limpiang atau makanan kecil lainya.
Menatap jendela yang terbuka nikmati cahaya matahari yang muncul dari balik bukit Barisan. Memandang keindahan birunya gunung Sago dengan iringan irama kicauan pipit dan punai serta murai yang terbang rendah di halaman. Berbaur bersama kokok ayam yang mulai ricuh mengais tanah mencari butiran makanan, mungkin bulir beras dan padi atau dedak kemarin petang yang sengaja diserak sehabis menumbuk padi di heler ujung kampung.
Kue terakhir jadi rebutan dengan sang kakak, dibagi dua tanda damai beradik kakak setelah sering saling mengalah, siapa yang memberi berarti lebih sayang, karena sama-sama mengaku sayang kuenya jadi dibagi dua untuk bisa saling memberi. Mungkin itu cara Amak mendamaikan kami jika mulai berebut sesuatu, hingga saling menunggu jika salah satu tak ada di rumah tak ingin mengambil jatah lebih dulu, jika hanya tersisa sepotong kue.
Kini, segelas teh di meja kerja tanpa kue buatan Amak, tak ada canda Bapak, tak ada suara kakak. Tak ada jendela yang terbuka tanpa gunung yang biru. Tapi cukuplah segelas teh hangatkan kenangan di jiwa ini, kebersamaan itu akan tetap ada hidup dalam ingatan meski terpisah bentangan darat dan lautan. Nikmati segelas teh pagi ini, semoga hari ini seterang cahaya mentari yang menyusup lewat sela-sela tirai jendela kaca.
( pagi di meja kerja)
Monday, July 02, 2007
Lah Laruik Sanjo
Lah laruik sanjo
By..
( sayang nggak tau nama penyanyi dan peciptanya)
Mandi kalubuak mandalian
Mandi kalubuak mandalian
Udang di sangko tali tali
Udang di sangko tali tali
Onde... onde... lah laruik sanjo
Onde... onde ... lahlaruik sanjo
Mabuak untuang jo parasaian
Mabuak untuang jo parasaian
Patang di sangko pagi ari
Patang di sangko pagi ari
Onde onde lah laruik sanjo
Onde onde lah laruik sanjo.
************************
Jikok rinai turun di hari sanjo
badabok dado hati batanyo
apo garangan kaba barito
cameh bakuah jo aia mato
tarang siang baganti sanjo
jikok ati sanang baganti ibo
hanyo manyarah pado nan Kuaso
buliah nak kuek iman di dado
*** alah sanjo di tanah Jao***
By..
( sayang nggak tau nama penyanyi dan peciptanya)
Mandi kalubuak mandalian
Mandi kalubuak mandalian
Udang di sangko tali tali
Udang di sangko tali tali
Onde... onde... lah laruik sanjo
Onde... onde ... lahlaruik sanjo
Mabuak untuang jo parasaian
Mabuak untuang jo parasaian
Patang di sangko pagi ari
Patang di sangko pagi ari
Onde onde lah laruik sanjo
Onde onde lah laruik sanjo.
************************
Jikok rinai turun di hari sanjo
badabok dado hati batanyo
apo garangan kaba barito
cameh bakuah jo aia mato
tarang siang baganti sanjo
jikok ati sanang baganti ibo
hanyo manyarah pado nan Kuaso
buliah nak kuek iman di dado
*** alah sanjo di tanah Jao***
Subscribe to:
Posts (Atom)