“ Kasih komentar ya cerpennya, itu yang mau dikirim buat XXXX untuk acara XXXXX” pesan seorang sahabat tertulis di imel saya, cerpen berjudul “XXX….XXX” setelah saya buka imel langsung saya baca cerpen tersebut, setelah selesai membaca saya seperti susah menahan tawa, bukan karena cerpen itu lucu, atau berisi lelucon, tapi karena pikiran langsung terbang kesosok sahabat saya yang mengirim imel ini “ pintar sekali sahabat ini merubah setting dan tokoh dalam cerita ini “ bisik hati saya, kalimat-kalimat yang tersusun dalam cerpen itu seperti ungkapan hati sang sahabat yang perankan oleh sosok lain dalam cerpennya “ Keren “. saya tertawa dan senyum-senyum sendiri bukan mentertawakan isi cerpen ini, tapi kagum akan kepiawaiannya memutar balik setting dan menghadirkan tokoh-tokoh untuk mengekpresikan perasaan hatinya tanpa mudah dideteksi oleh orang lain yang tidak benar-benar dekat dengannya.
“ Mengharukan “ itu isi cerpen yang dapat saya tangkap, jadi dari segi isi tak patutlah saya tertawa. Jika saya bukan sahabatnya mungkin saya bisa mengomentari cerpen ini dari segi yang objektif, tapi karena dalam cerita itu yang saya lihat adalah dirinya rasanya tak mampu saya beri komentar apa-apa lagi. ( maaf ya Sis .. No Comment Deh)
Jika menulis dengan hati, dengan kebeningan hati, jauh dari prasangka yang tidak baik, bukan sekedar pelampiasan rasa hasilnya memang berbeda.
2 comments:
jadi komennya adalah no comment?
mnurut ane sih memang sih cenderung kan orang bikin cerpen isinya mencerminkan dirinya sendiri.
soalnya bikin cerita kan emang inspirasi paling banjir ya dari pengalaman sendiri. hehhee
ya benar sekali... setuju!!!
Post a Comment