hanya doa mengiring kepergiannya
mengantar jiwa kembali ke dekapanMU
hanya kenangan terbayang kenang
teringat janji yang tak terbayar
yang tak terucap setahun lalu
tak sempat ku lihat jasad itu
tak sempat ku tuang air suci memandikannya untuk terakhir kali
tak dapat ku raih kafan putih itu merobek dan membalutkan di tubuh itu
tak dapat ku lihat lahat itu yang akan jadi bukti perpisahan ku dengannya untuk selama-lamanya
ampuni aku.....
engkau adalah lentera masa kecilku
dari tanganmu engkau dirikan rumah cerita untukku
dari wajahmu kau pancarkan semangat untukku
mata tuamu selalu berkata " aku menyayangimu "
Hanya doa... doa dan doa.....
******
Tuhan aku tak mampu lagi meneruskan goresan ini....
di sini aku marajut benang-benang peristiwa menjadi lembaran kain cerita sebagai pakaian kata kata penutup duka perhiasan ceria
Thursday, September 28, 2006
Wednesday, September 27, 2006
mengapa?
Pagi masih sama
Mentari tetap bercahaya
Tapi mengapa terasa beda
Di ujung kata aku terbata
Sungguh ku hilang daya
Terhenyak di sudut hampa
9:48 am 27sept06 di waktu pagi Jakarta
*** Hotel-Alfa-Mama-Papa-Alfa***
Mentari tetap bercahaya
Tapi mengapa terasa beda
Di ujung kata aku terbata
Sungguh ku hilang daya
Terhenyak di sudut hampa
9:48 am 27sept06 di waktu pagi Jakarta
*** Hotel-Alfa-Mama-Papa-Alfa***
Tuesday, September 26, 2006
Rindu Si Pipit Padi
sumber : unpublishing blog 4 sept 2006.
Rindu
Tak hadirmu
Galau risauku
Pergimu
Gaduh gemuruhku
Tanpamu
Dingin sepiku
Tiadamu
Sedih hampaku
Kutebar senyum tegar setegar karang di lautan
Diam, senyap, damai membungkam ramai
Kusembunyikan gemuruh laksana ombak menerjang karang
Gaduh, riuh, ricuh memekak sunyi
Jkt 4 sept 2006
*** teruntuk wajah-wajah yang terindu***
Rindu
Tak hadirmu
Galau risauku
Pergimu
Gaduh gemuruhku
Tanpamu
Dingin sepiku
Tiadamu
Sedih hampaku
Kutebar senyum tegar setegar karang di lautan
Diam, senyap, damai membungkam ramai
Kusembunyikan gemuruh laksana ombak menerjang karang
Gaduh, riuh, ricuh memekak sunyi
Jkt 4 sept 2006
*** teruntuk wajah-wajah yang terindu***
Friday, September 22, 2006
Thursday, September 21, 2006
Monday, September 18, 2006
Getar
" Ilmu Tak Akan Datang pada Jiwa yang Bermaksiat" ( maaf lupa sumbernya)
---------------------
Saat alunan dzikir dan istigfar
tak mampu membuat hati bergetar
sibaklah hati hingga ke dasar
mungkin di sana tlah banyak ingkar
Saat kumandang dzikir dan doa
tiada dapat getarkan jiwa
cermatilah jiwa dengan seksama
mungkin di sana tlah mekar riya
........
...
..........
Mesjid Megah
Kumandangkan Subuh
Di rumahMU
aku Bersimpuh
ampuni jiwa yang sering angkuh
merasa bersih ternyata kumuh
...
......
...
.
selepas subuh sebelum pagi, 5: 30 am 17sept06
***Ya.. At Tawwab.. jangan biarkan getar itu memudar***
---------------------
Saat alunan dzikir dan istigfar
tak mampu membuat hati bergetar
sibaklah hati hingga ke dasar
mungkin di sana tlah banyak ingkar
Saat kumandang dzikir dan doa
tiada dapat getarkan jiwa
cermatilah jiwa dengan seksama
mungkin di sana tlah mekar riya
........
...
..........
Mesjid Megah
Kumandangkan Subuh
Di rumahMU
aku Bersimpuh
ampuni jiwa yang sering angkuh
merasa bersih ternyata kumuh
...
......
...
.
selepas subuh sebelum pagi, 5: 30 am 17sept06
***Ya.. At Tawwab.. jangan biarkan getar itu memudar***
Friday, September 15, 2006
Mencuri waktu
Mencuri waktu
“ Disana tempat lahir beta dibuai dibesarkan bunda…….....”
Itu syair yang mengalun sayup-sayup menyusup keruanganku dari ruang sebelah, ruang sidang yang setiap jum’at siang berubah menjadi ruang paduan suara keroncong, lagu lagu perjuangan mengalun syahdu diiringi musik keroncong dan biola, seakan ikut membuaiku dalam alunan iramanya dan mengusikku untuk sejenak mencuri waktu di sela kerja yang cukup menumpuk hari ini, berhubung boss sedang mengerutkan dahinya melihat laporan- laporan yang baru saja aku berikan setelah selesai aku terjemahkan, tak berani kutebak apa arti kerut dahinya, apa terjemahanku yang masih belum berkenan di pikirannya atau ia juga tidak mengerti deretan kata-kata laporan itu seperti aku ( hmmmm). Ya sejak kemarin laporan itu membuat aku ngeri, Prediksi Bencana Masa Depan, kata teman satu team boss lamaku yang tetap sebangsa dengan bossku sekarang “ Orang Indonesia terlalu acuh dan terlalu pasrah dengan bencana yang menganggap kalau terjadi terjadilah tak perlu diantisipasi terlebih dahulu, pamali nanti malah mengundang bencana” sedang menurut orang sini dan mungkin juga termasuk aku “ Orang bangsa Boss terlalu takut dan membuat prediksi-prediksi yang menghadirkan ketakutan-ketakutan sebelum waktunya”. Hmm mungkin kedua pendapat ini benar dan keduanya juga mungkin salah akan tetapi mungkin juga yang lebih benar lagi mengambil titik tengah dari kedua pendapat ini.
Duh.. suara alunan biola itu semakin terasa mendayu-dayu, tapi sepertinya ku tak bisa mencuri waktu lagi, kerut kening bossku sudah berganti dengan ide tugas baru yang sepertinya akan segera kukerjakan lagi…..teruslah mengalun bawa aku dalam melodimu....
3:35 pm Jkt,
“ Disana tempat lahir beta dibuai dibesarkan bunda…….....”
Itu syair yang mengalun sayup-sayup menyusup keruanganku dari ruang sebelah, ruang sidang yang setiap jum’at siang berubah menjadi ruang paduan suara keroncong, lagu lagu perjuangan mengalun syahdu diiringi musik keroncong dan biola, seakan ikut membuaiku dalam alunan iramanya dan mengusikku untuk sejenak mencuri waktu di sela kerja yang cukup menumpuk hari ini, berhubung boss sedang mengerutkan dahinya melihat laporan- laporan yang baru saja aku berikan setelah selesai aku terjemahkan, tak berani kutebak apa arti kerut dahinya, apa terjemahanku yang masih belum berkenan di pikirannya atau ia juga tidak mengerti deretan kata-kata laporan itu seperti aku ( hmmmm). Ya sejak kemarin laporan itu membuat aku ngeri, Prediksi Bencana Masa Depan, kata teman satu team boss lamaku yang tetap sebangsa dengan bossku sekarang “ Orang Indonesia terlalu acuh dan terlalu pasrah dengan bencana yang menganggap kalau terjadi terjadilah tak perlu diantisipasi terlebih dahulu, pamali nanti malah mengundang bencana” sedang menurut orang sini dan mungkin juga termasuk aku “ Orang bangsa Boss terlalu takut dan membuat prediksi-prediksi yang menghadirkan ketakutan-ketakutan sebelum waktunya”. Hmm mungkin kedua pendapat ini benar dan keduanya juga mungkin salah akan tetapi mungkin juga yang lebih benar lagi mengambil titik tengah dari kedua pendapat ini.
Duh.. suara alunan biola itu semakin terasa mendayu-dayu, tapi sepertinya ku tak bisa mencuri waktu lagi, kerut kening bossku sudah berganti dengan ide tugas baru yang sepertinya akan segera kukerjakan lagi…..teruslah mengalun bawa aku dalam melodimu....
3:35 pm Jkt,
Wednesday, September 13, 2006
Kicauan Duka
“ tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati”
Innalillahi Waiinnailaihi Rojiun
Robbi…terimalah amal ibadahnya dan berilah tempat terindah di sisiMU
*****
Dulu,
Di sana aku sering singgah, sebuah rumah di kota Bertuah, tanah Riau Sekuak Rentak, disambut pandangan mengintip dan malu malu si jundi-jundi kecil dari balik tirai-tirai pintu yang pelan pelan mendekat juga sambil berbisik di telinga sahabatku
“ kawan kakak, itu kak?”
“ iyo, salim lah dulu “ ucap sahabatku seakan memberi tanda padaku untuk segera membalas senyuman malu tapi ramah yang mengulum dari bibir-bibir mungil itu, perlahan mereka beringsut satu persatu menyalami takzim sambil setengah berbisik menyebutkan nama-nama indah mereka, tingkah lucu polos khas kanak-kanak tergambar jelas membuat hatiku mulai berandai-andai lagi“ ach andai aku punya adik”.
Kini,
Di sana terdengar kabar duka ( Oh. tak tau apa yang ingin kutulis lagi, jemari ini terlalu kaku untuk merangkai kata-kata yang sedari malam bergaduh dibenakku) hanya pintaku Tuhan, sedalam apapun lautan duka dan sederas apapun sungai airmata yang kini ada di sana, jangan renggut senyum-senyum ceria nan polos dari bibir-bibir mungil itu, kuburlah pilu mereka bersama tanah memerah hari ini. Dan anugrahkanlah hari esok lebih indah buat mereka.
Jkt, 13sept06, 4:43pm
*** Selamat jalan pak Puk***
Innalillahi Waiinnailaihi Rojiun
Robbi…terimalah amal ibadahnya dan berilah tempat terindah di sisiMU
*****
Dulu,
Di sana aku sering singgah, sebuah rumah di kota Bertuah, tanah Riau Sekuak Rentak, disambut pandangan mengintip dan malu malu si jundi-jundi kecil dari balik tirai-tirai pintu yang pelan pelan mendekat juga sambil berbisik di telinga sahabatku
“ kawan kakak, itu kak?”
“ iyo, salim lah dulu “ ucap sahabatku seakan memberi tanda padaku untuk segera membalas senyuman malu tapi ramah yang mengulum dari bibir-bibir mungil itu, perlahan mereka beringsut satu persatu menyalami takzim sambil setengah berbisik menyebutkan nama-nama indah mereka, tingkah lucu polos khas kanak-kanak tergambar jelas membuat hatiku mulai berandai-andai lagi“ ach andai aku punya adik”.
Kini,
Di sana terdengar kabar duka ( Oh. tak tau apa yang ingin kutulis lagi, jemari ini terlalu kaku untuk merangkai kata-kata yang sedari malam bergaduh dibenakku) hanya pintaku Tuhan, sedalam apapun lautan duka dan sederas apapun sungai airmata yang kini ada di sana, jangan renggut senyum-senyum ceria nan polos dari bibir-bibir mungil itu, kuburlah pilu mereka bersama tanah memerah hari ini. Dan anugrahkanlah hari esok lebih indah buat mereka.
Jkt, 13sept06, 4:43pm
*** Selamat jalan pak Puk***
Monday, September 11, 2006
What's going on??
Duh pusing, mataku berkunang-kunang rasanya perih lihat layar PC dan bikin perut terasa rada mual, kenapa ya kemarin-kemarin biasa-biasa saja. Duh jika begini bisa repot, padahal hari masih pagi dan seharian ini aku harus melototin layar PC. Ruangan baru ku ini memang tak seperti ruangan lamaku yang bila mataku letih bisa membuang pandang ke balik kaca dan di sana ada daun daun hijau yang mungkin bisa membantu memulihkan keletihan mataku atau aku aku bisa sejenak keluar melihat hijaunya pohan dan rerumputan, tapi ruangan ini, jika pandang dialihkan ke luar hanya terbentur pada dinding gedung seberang dan jika ingin keluar tentu butuh waktu lebih lama karena harus turun lift dulu. Duh mata ini makin error. What’s going on???
Sunday, September 10, 2006
Kicau riang menyambut pagi
Padamu pagi
kupersembahkan senyuman seindah terang
Setulus beningnya jendela hati
Pantulkan cahaya terang gemilang
Untukmu pagi
Kusenangdungkan alunan kalbu tersyahdu
Bersama denting dawai-dawai melodi
Menghalau gundah membuang sendu
Menyambutmu pagi
Kuhadiahkan kata pengganti jiwa
Ucapan salam pembuka hari
Tu’ temani waktu sebelum senja
***HMMMM***
***Alhamdulillah akhirnya ada pipitnya juga...pipit padikah?***
***TQ***
kupersembahkan senyuman seindah terang
Setulus beningnya jendela hati
Pantulkan cahaya terang gemilang
Untukmu pagi
Kusenangdungkan alunan kalbu tersyahdu
Bersama denting dawai-dawai melodi
Menghalau gundah membuang sendu
Menyambutmu pagi
Kuhadiahkan kata pengganti jiwa
Ucapan salam pembuka hari
Tu’ temani waktu sebelum senja
***HMMMM***
***Alhamdulillah akhirnya ada pipitnya juga...pipit padikah?***
***TQ***
Friday, September 08, 2006
Rangkiang
“Rangkiang” judul cerpen yang kubaca pagi ini di majalah bulanan yang baru saja kubeli di depan Al-azhar, pasar kecil setiap jum’at yang banyak menjual buku-buku bagus dengan harga lebih murah, karena tidak harus dibebani oleh sewa toko, hanya lapak-lapak sederhana di bawah rindangnya pepohonan, dengan penjual yang juga ramah ramah, bahkan sering memberi tawaran menggiurkan “ Mbak kalau mau bukunya ambil aja dulu, gak bayar sekarang juga gak apa apa, nanti-nanti juga bisa, daripada bukunya keburu diambil orang “ ach kata-kata si Bapak sering bikin aku tersenyum kecut, saat kantongku berkondisi senada dengan kata-katanya, “ Makasih Pak ,nanti aja, takut ntar ngutang dan kelupaan” jawabku sejujurnya, walau dalam hati kadang menekan keinginan betapa inginnya aku membaca dan memiliki buku itu, tapi tidak lah jika harus mengutang, aku selalu ingat pesan Mak, kalau membeli sesuatu belilah sesuai kemampuan, jangan tergoda untuk mengutang walau kesempatan itu terbuka lebar, ya Amak orang yang anti dengan barang kreditan, sedangkan menunggu membeli kontan juga kadang tak kesampaian, sehingga di rumah tak banyak barang-barang ini dan itu seperti adanya rumah rumah orang lain, tapi tak apalah Mak, yang penting kita tak terlilit hutang. dan akan tetap merasa kaya walau sedang tak ada uang,wah gimana bisa ya? Kata mak karena kita masih tetap tenang berhubung nanti dan esok tidak ada ibu-ibu tukang kredit yang datang nagih utang, intinya terbebas dari rasa takut ( ach Mak, walau petuahmu usang untuk zaman serba credit card sekarang, tapi tak akan lapuk untuk sebuah ketenangan, Mak.. miss U)
Now, back to Rangkiang ( lumbung padi yang dibangun di halaman rumah utama), menurut cerpen itu, kisah itu bercerita tentang rangkiang yang tinggal satu-satunya di kampuang itu di Batu Hampar, Payakumbuh ( my hometown) harus dirubuhkan karena menghalangi jalan saat ada pesta perkawinan. Yang akhirnya meninggalkan hubungan tak sedap antara Ibu dan anak yang menikah karena sang Ibu menganggap dengan pesta perkawinan anaknya telah menghilangkan symbol budaya yang tinggal satu satunya. Aku jadi teringat dua rangkiang di depan rumah gadangku dulu yang juga dirubuhkan waktu ada pesta pernikahan kerabatku karena juga dianggap sebagai penghalang dan tidak berfungsi lagi, karena sekarang padi tidak lagi disimpan di rangkiang seperti pada zaman dulu tapi di atas rumah atau di heler-heler saja, padahal rangkiang itu bentuknya unik dan sarat budaya dan etnik, waktu kecil aku suka sekali main di sana, atau bermain petak umpet dan rumah-rumahan hingga ke atas rangkiang, dua rangkiang yang yang bentuknya berbeda juga mempunyai fungsi berbeda kata almahummah Uwo (nenek) dulu, yang satu atapnya tidak bergonjong dan di depannya ada pajang tanduak sapi itu untuk padi yang ditujukan untuk dimakan sehari hari setelah dikeluarkan zakatnya yang di dalamnya disekat menjadi empat bagian, yang satu lagi bentuknya atapnya bergonjong persis rumah gadang dan didepannya terpajang tanduk kerbau, untuk tempat penyimpanan tabungan buat musim pacaklik jika panen tak bagus di musim kemarau ato ada keperluan tak terduga seperti, ada kematian, pesta dan perbaikan rumah gadang, ruangannya juga disekat menjadi empat bagian. Dari cerita Uwo, betapa mulianya fungsi rangkiang di rumah gadang, tapi sering beralihnya masa, rangkiang tak lagi memiliki fungsi seperti itu bahkan, rangkiangku dulu dijadikan tempat ayam-ayam bertelur atau dijadikan tempat penyimpanan kayu bakar, dan akhirnya dirubuhkan jua dengan alasanya yang sama menghalangi halaman saja. Bukan hanya itu rumah gadang, berbentuk rumah panggung kayu tinggi yang beratap gonjong khas ranah minang juga dirubuhkan dan diganti dengan batu permanent walau masih tetap beratap gonjong yang menjulang tinggi, tapi jika aku boleh menilai, rasanya rumah gadang lama itu lebih punya nilai estetika tak ternilai jika di banding rumah induk sekarang, ya rumah gadang adalah rumah induk sanak sodara untuk berkumpul bersama-sama terutama jika ada pesta ato syukuran. Tapi apa boleh buat perkembangan zaman dan usia rumah tetap menjadi alasan pemugaran yang kadang mengabaikan estetika.
Membaca cerpen itu, membuatku melayang ke kampuang halaman, Rubuhnya Rangkiang Kami, bukan hanya terjadi dalam cerpen itu, rumahku tetapi juga pada rumah-rumah lain di kampungku dan mungkin pada rangkiang-rangkiang lain di negeri nun jauh di mato itu (hmmm…..). Kalaupun masih ada hanya berupa bangunan tua yang telah beralih guna atau terbengkalai begitu saja, atau rangkiang rangkiang baru yang sengaja dibangun beberapa orang pemerhati budaya untuk tujuan estetika ato wisata, tapi itupun tak seberapa, mungkin rangkiang nanti seperti syair lagu.” Rumah gadang nan sambilan ruang, rangkiang baririk nan di halamannyo”. Hanya akan tinggal kenangan nyanyian seperti dalam lagu itu dan generasi yang akan datang mungkin akan bertanya. "Rangkiang itu seperti apa ya?."
Jkt, 2:23 PM 8spet06
*** mengenang rumah ***
Now, back to Rangkiang ( lumbung padi yang dibangun di halaman rumah utama), menurut cerpen itu, kisah itu bercerita tentang rangkiang yang tinggal satu-satunya di kampuang itu di Batu Hampar, Payakumbuh ( my hometown) harus dirubuhkan karena menghalangi jalan saat ada pesta perkawinan. Yang akhirnya meninggalkan hubungan tak sedap antara Ibu dan anak yang menikah karena sang Ibu menganggap dengan pesta perkawinan anaknya telah menghilangkan symbol budaya yang tinggal satu satunya. Aku jadi teringat dua rangkiang di depan rumah gadangku dulu yang juga dirubuhkan waktu ada pesta pernikahan kerabatku karena juga dianggap sebagai penghalang dan tidak berfungsi lagi, karena sekarang padi tidak lagi disimpan di rangkiang seperti pada zaman dulu tapi di atas rumah atau di heler-heler saja, padahal rangkiang itu bentuknya unik dan sarat budaya dan etnik, waktu kecil aku suka sekali main di sana, atau bermain petak umpet dan rumah-rumahan hingga ke atas rangkiang, dua rangkiang yang yang bentuknya berbeda juga mempunyai fungsi berbeda kata almahummah Uwo (nenek) dulu, yang satu atapnya tidak bergonjong dan di depannya ada pajang tanduak sapi itu untuk padi yang ditujukan untuk dimakan sehari hari setelah dikeluarkan zakatnya yang di dalamnya disekat menjadi empat bagian, yang satu lagi bentuknya atapnya bergonjong persis rumah gadang dan didepannya terpajang tanduk kerbau, untuk tempat penyimpanan tabungan buat musim pacaklik jika panen tak bagus di musim kemarau ato ada keperluan tak terduga seperti, ada kematian, pesta dan perbaikan rumah gadang, ruangannya juga disekat menjadi empat bagian. Dari cerita Uwo, betapa mulianya fungsi rangkiang di rumah gadang, tapi sering beralihnya masa, rangkiang tak lagi memiliki fungsi seperti itu bahkan, rangkiangku dulu dijadikan tempat ayam-ayam bertelur atau dijadikan tempat penyimpanan kayu bakar, dan akhirnya dirubuhkan jua dengan alasanya yang sama menghalangi halaman saja. Bukan hanya itu rumah gadang, berbentuk rumah panggung kayu tinggi yang beratap gonjong khas ranah minang juga dirubuhkan dan diganti dengan batu permanent walau masih tetap beratap gonjong yang menjulang tinggi, tapi jika aku boleh menilai, rasanya rumah gadang lama itu lebih punya nilai estetika tak ternilai jika di banding rumah induk sekarang, ya rumah gadang adalah rumah induk sanak sodara untuk berkumpul bersama-sama terutama jika ada pesta ato syukuran. Tapi apa boleh buat perkembangan zaman dan usia rumah tetap menjadi alasan pemugaran yang kadang mengabaikan estetika.
Membaca cerpen itu, membuatku melayang ke kampuang halaman, Rubuhnya Rangkiang Kami, bukan hanya terjadi dalam cerpen itu, rumahku tetapi juga pada rumah-rumah lain di kampungku dan mungkin pada rangkiang-rangkiang lain di negeri nun jauh di mato itu (hmmm…..). Kalaupun masih ada hanya berupa bangunan tua yang telah beralih guna atau terbengkalai begitu saja, atau rangkiang rangkiang baru yang sengaja dibangun beberapa orang pemerhati budaya untuk tujuan estetika ato wisata, tapi itupun tak seberapa, mungkin rangkiang nanti seperti syair lagu.” Rumah gadang nan sambilan ruang, rangkiang baririk nan di halamannyo”. Hanya akan tinggal kenangan nyanyian seperti dalam lagu itu dan generasi yang akan datang mungkin akan bertanya. "Rangkiang itu seperti apa ya?."
Jkt, 2:23 PM 8spet06
*** mengenang rumah ***
Thursday, September 07, 2006
mentari
Biarlah mentari tenggelam hari ini
Melepas lelah di balik bumi
Esok hari ia akan bersinar kembali
Karena mentari tak pernah ingkar janji
Jkt, 4:33 PM 7sept06.
Melepas lelah di balik bumi
Esok hari ia akan bersinar kembali
Karena mentari tak pernah ingkar janji
Jkt, 4:33 PM 7sept06.
Wednesday, September 06, 2006
pesan sahabat
" Menulislah dengan cinta, dengan hati yang semakin mencinta kepada Sang Maha Cinta"
by:Lu'Lu' 30august06 . night . DT JKT
teruntuk terimakasih padamu sahabat yang telah mau berbagi kepada si pipit padi yang baru belajar terbang.
Puisi dari Sahabat ( nasehat untuk si pipit saat ingin membawa sayap sayap lemah mengepak-ngepak belajar terbang menggapai impian)
Bagai burung yang mengembangkan sayap
Siap terbang mengarungi kilap
Bumi, langit dan segala isinya
membentang mengukir di udara
kepakan sayap pertama membelah sukma
tiada ruang di bawahnya
Cemas seketika melanda
akankah akan jatuh ke bawah?
Bisakah sayap itu menahannya di atas
Lihat bumi yang ada di bawah
Seribu makna merajut asa
Cemas hati lenyaplah sudah
Saat pertama ia belajar terbang
By ; Lu'lu' 6sept06 8:00 PM. DT, JKT
kan kucoba kepakan sayap-sayap mungil yang lemah ini, untuk belajar keseimbangan menyulam angin dan kecepatan hingga bisa ku mengambang terbang arungi cakrawala. dan jikapun nanti sayapku harus patah tak ada lagi yang kusesali, karena aku telah pernah belajar terbang.
*** Makasih Mbak Lu' Lu' yang telah mau jadi sahabatku, tiada pertemuan tanpa kehendakNYA***
by:Lu'Lu' 30august06 . night . DT JKT
teruntuk terimakasih padamu sahabat yang telah mau berbagi kepada si pipit padi yang baru belajar terbang.
Puisi dari Sahabat ( nasehat untuk si pipit saat ingin membawa sayap sayap lemah mengepak-ngepak belajar terbang menggapai impian)
Bagai burung yang mengembangkan sayap
Siap terbang mengarungi kilap
Bumi, langit dan segala isinya
membentang mengukir di udara
kepakan sayap pertama membelah sukma
tiada ruang di bawahnya
Cemas seketika melanda
akankah akan jatuh ke bawah?
Bisakah sayap itu menahannya di atas
Lihat bumi yang ada di bawah
Seribu makna merajut asa
Cemas hati lenyaplah sudah
Saat pertama ia belajar terbang
By ; Lu'lu' 6sept06 8:00 PM. DT, JKT
kan kucoba kepakan sayap-sayap mungil yang lemah ini, untuk belajar keseimbangan menyulam angin dan kecepatan hingga bisa ku mengambang terbang arungi cakrawala. dan jikapun nanti sayapku harus patah tak ada lagi yang kusesali, karena aku telah pernah belajar terbang.
*** Makasih Mbak Lu' Lu' yang telah mau jadi sahabatku, tiada pertemuan tanpa kehendakNYA***
Sunday, September 03, 2006
kicau sebelum malam
sudahlah kesah, tak usah betah mengisi gundah
janganlah berlama-lama penuhi desah
agar kutemukan damai di atas pasrah
biarkan kucari keindahan jiwa yang berserah
cukuplah keluh, berhentilah melenguh
janganlah lemahkan hati yang telah rapuh
agar tersadar segalanya tak mudah direngkuh
tanpa perjuangan dan tetesan peluh
Tangerang, 3Sept2006.
janganlah berlama-lama penuhi desah
agar kutemukan damai di atas pasrah
biarkan kucari keindahan jiwa yang berserah
cukuplah keluh, berhentilah melenguh
janganlah lemahkan hati yang telah rapuh
agar tersadar segalanya tak mudah direngkuh
tanpa perjuangan dan tetesan peluh
Tangerang, 3Sept2006.
Saturday, September 02, 2006
Kesah
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. QS Al Baqarah:216"
Robbi.. ampuni hambamu yang lemah terkadang tak bersabar dan tak ikhlas menerima ketentuan dan ujianmu
*** how to like u job.berhubung ada yang meledek lebih baik bahasanya diganti**
Tangerang, 2006 sept 2
Robbi.. ampuni hambamu yang lemah terkadang tak bersabar dan tak ikhlas menerima ketentuan dan ujianmu
*** how to like u job.berhubung ada yang meledek lebih baik bahasanya diganti**
Tangerang, 2006 sept 2
Friday, September 01, 2006
Siang
Tersenyumlah siang
Tularkan ceria pada jiwa jiwa kegerahan
Berikan ketenangan di antara hati-hati kepanasan
Obati haus dahaga tanpa segelas dingin minuman
Tersenyumlah siang
Pancarkan terang sekuat engkau tak enggan
Hingga menguap air lautan
Berebut mengejar kumpulan awan
Menggabungkan diri jadi butiran
Semakin berat turunlah hujan
Sirami bumi yang kekeringan
Air
Basah
Dingin
Bersemi
Menghijau
Berkicau
main building, kanno room, 12 23 1 sept 2006
**puisi saat kenapasan. Eh gak taunya lupa nyalain AC wedew…. Pantasan panas..***
Tularkan ceria pada jiwa jiwa kegerahan
Berikan ketenangan di antara hati-hati kepanasan
Obati haus dahaga tanpa segelas dingin minuman
Tersenyumlah siang
Pancarkan terang sekuat engkau tak enggan
Hingga menguap air lautan
Berebut mengejar kumpulan awan
Menggabungkan diri jadi butiran
Semakin berat turunlah hujan
Sirami bumi yang kekeringan
Air
Basah
Dingin
Bersemi
Menghijau
Berkicau
main building, kanno room, 12 23 1 sept 2006
**puisi saat kenapasan. Eh gak taunya lupa nyalain AC wedew…. Pantasan panas..***
Subscribe to:
Posts (Atom)