Kasih Ibu Kepada Beta
tak terhingga sepanjang masa
hanya memberi tak harap kembali
bagai sang surya menyinari dunia
**********
Ibu untukmu Rindu.
rindu akan belaian yang damaikan risau galauku
rindu akan senyuman yang tenangkan gundahku
rindu akan genggaman tangan yang hangatkan dingin sepi hatiku
rindu akan dekapan sandaran jiwaku saat angin angin liar menerpaku
rindu akan tatapan yang mampu redamkan bara-bara gelora jiwaku
Ibu aku rindu segalanya tentangmu..
ruang tetangga lama, selasa 29 agust 2006. ( thank ya Yustin.)
di sini aku marajut benang-benang peristiwa menjadi lembaran kain cerita sebagai pakaian kata kata penutup duka perhiasan ceria
Tuesday, August 29, 2006
Asa Bakicau ( Kicauan Asal)
Baik buruk bangsa ini tetaplah bagian hidupku, yang akan tetap dicinta sampai waktu menutup mata.
Ini hanya unek-unek yang ingin kutulis, tentang apa yang aku lihat dan kurasakan, ini hanya pendapat pendapat, yang bisa saja salah bisa juga benar, dan setiap pendapat bisa dibantah, bisa disanggah.
Dalam politik luar negeri suatu negara yang tertuang dalam kebijakan luar negerinya( Foreign Policy ) tujuannya adalah untuk mencapai kepentingan negara tersebut, untuk keuntungan Negaranya sendiri, jadi apakah mungkin jika sebuah kebijakan Negara asing untuk memberi hibah kepada negara Indonesia untuk tujuan “ Rugi “ rasanya tidak mungkin, semua pasti untuk kepentingan negaranya, bagaimanapun negara tidak akan dianggap berdaulat jika tidak mampu memperjuangkan kepentingannya, Cuma sejauh mana kepentingan yang ingin dicapai tentu berbeda setiap negara, apakah hanya sekedar kepentingan untuk terciptanya hubungan baik antara dua Negara, kepentingan untuk bisa mempengaruhi ( influence), kepentingan untuk bisa menunjukkan kekuasaan (power) yang akhirnya bisa menjadi kekuatan untuk memaksa (force), sebagai puncak dari tujuan politik, , tergantung pada negara mana sebagai subjek pelaku dalam kebijakan itu sendiri. Begitu juga dengan Hibah ada juga Negara asing. Sedikit banyak mereka pasti menginginkan keuntungan dari apa yang telah mereka beri.
Semalam ada berita radio, bahwa Bank Dunia minta laporan pertanggung jawaban Indonesia terhadap dana bantuan luar negeri untuk Bencana di Indonesia yang dicurigai Bank dunia dikorupsi berbagai pihak di daerah bencana sendiri atau di luarnya. Jika kecurigaan itu benar, alangkah ruginya, dua kali rugi mungkin, hibah saja sudah mungkin saja menyimpan maksud terselubung yang tidak mudah dideteksi atau sebagian pihak tidak mau meneliti mengapa, apa dan untuk apa ( termasuk yang lagi nulis-red)), jika hibahnya juga dikorupsi, duh tambah-tambah rugi. Dalam kasus ini adalah benar benar dana segar yang terkucur untuk saat dan pasca bencana yang terjadi. Bagaimana dengan berbagai hibah yang datang ke Indonesia dalam bentuk yang berbeda seperti untuk penanggulangan bencana sebelum terjadi bencana ( mitigation), bagaimana pula dengan bantuan hibah yang dikelola langsung oleh negara pendonor seperti pengiriman tenaga ahli ke Indonesia.
Sebagai negara yang menyadari posisi yang hingga kini tergolong negara dunia ke-III, rasanya juga tak mungkin menolak hibah, kita juga butuh dana untuk membangun bangsa ( kata-kata yang sering didengar), selagi masih hibah refleksi niat baik ( good will) negara asing terhadap kita ambil saja, mumpung belum ada pasal pasal hutang yang harus ditandatangani. Tapi sering terjadi bantuan hibah itu menguap saja entah kemana, tak begitu tampak hasilnya, sedang negara pendonor seing merasa jika sudah sampai target mereka, mereka sudah sukses dalam kontek kepentingan mereka, mereka sudah bikin program ini dan program itu dan sudah menghabiskan dana sekian dan ada bukti tidak dikorupsi untuk kepentingan pribadi, kelanjutannya? Terserah anda, sebagai pemilik bangsa.
Dalam contoh yang kecil yang langsung ditemui, seperti tenaga ahli, tenaga ahli yang dikirim ke Indonesia adalah hibah negara asing. Seharusnya mereka adalah orang orang yang harus dikuras otaknya, diambil ilmu dan keahliannya sebanyak banyaknya untuk bangsa ini, kerena memang untuk tujuan itu mereka dikirim ke sini. Tapi yang sering juga ditemui jangankan menguras ilmu dan keahlian mereka, untuk mendengarkan paparan singkat tentang ilmu yang mereka bisa di negara ini, banyak yang mempertanyakan “ saya dibayar berapa? untuk mendengarkan”. Padahal ilmu itu mahal, banyak orang pintar dan jenius di negara ini yang belum tentu mau berbagi ilmu walaupun kita telah meminta-minta. Jika tujuan mendengarkan hanya untuk menjawab pertanyaan dibayar berapa? rasanya juga itu juga yang akan tinggal dan paparan ilmu tadi menguap dan mungkin terbang bersama angin kembali ke negara asing lagi ( sayang sekali) dan yang tertinggal sebuah cap dari negara asing orang Indonesia Money Oriented. Tak rela jika kata-kata itu terlontar dari para ahli-ahli asing itu, sebagai bagian dari bangsa ini, jujur aku tak rela, seburuk apapun negeri ini adalah tumpah darahku jua tempat aku lahir dan dibesarkan dengan segala keelokan dan kencantikannya, tapi apa harus dikata jika kenyataan kadang memaksa untuk tak bisa membela diri.
Dan jika project-project bantuan resmi negara asing itu mengadakan seminar-seminar, yang diundang sering adalah para pejabat dan pihak-pihak berkepentingan dari instansi pemerintah yang terkait dengan bidang project, sejauh yang dilihat dan diketahui setiap seminar itu memakan biaya yang sangat mahal, karena diadakan di hotel-hotel berbintang, para peserta ditanggung biaya dari mulai berangkat hingga sampai kembali ke rumah mereka sendiri, dan sering mereka datang dari daerah-daerah yang jauh dari Jakarta, berapakah biayanya?. Ini tergolong perjalanan dinas, dan perjalanan dinas juga mendapat uang perjalanan dari instansi yang mengirim mereka ( aku tidak tahu apakah semua instansti begini, tapi sepanjang yang aku lihat memang begitu), berarti beserta itu mendapatkan uang perjalanan ganda dari project dan dari instansi, yang dihadiri adalah seminar contohnya saja “ Penanggulangan Bencana” dan yang pasti tujuannya untuk kebaikan bangsa ini juga. Tidak bisa disebut korupsi jika dana itu ganda, karena prosedurnya resmi dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan, termasuk project itu sendiri. Tapi seandainya saja, jika boleh kita berandai-andai ( hmm.kata AA-Gym seburuk apapun bangsa kita kita jangan takut punya mimpi bangsa ini akan maju dan bagus, jika bermimpi saja takut, bagaimana akan mewujudkan, jadi anggap aja ini mimpi), jika dana yang dari project itu untuk peserta, semua peserta sudi menolak untuk mengambil dana itu karena biaya perjalanan mereka sudah ditanggung instansi, dan mereka bisa bersuara bulat dana itu dikumpulkan untuk kepentingan tujuan akhir dari seminar itu sendiri “ penanggulangan Bencana” cukup besar juga, kalau nomimal pribadi tentu tak seberapa tapi dikumpul tentu banyak. Tapi jika satu seminar biayanya 100-200 juta, jika untuk peserta separuhnya 50-100 juta, dan separuhya untuk biaya operasional jika ada 10 kali seminar berarti bisa terkumpul 500 juta- 1 millyar, mungkin sudah bisa menbangun dam kecil atau bendungan kecil untuk tujuan mengatasi bencana ( maaf jika salah hitung,,bukan orang tehnik). Tapi itu tak pernah ada, bagi project-pjoect negara asing itu mereka tidak rugi, sebesar apapun biaya yang diluarkan untuk program-porgram mereka adalah bagian dari Hibah terera jelas dalam anggaran negara mereka dan laporan itu ada dan sangat jelas, kemana dan untuk apa. Dan dalam laporan mereka, mereka telah sukses, mengalokasikan dana Hibah kesini dan kesitu, dan tentu saja dalam laporan merekan akan terdapat laporan pembayaran pada peserta seminar. Dan saat kita benar-benar membutuhkan dana untuk membangun fasilitas-fasilitas untuk menanggulangi bencana, Indonesia tak punya dana segar, akhirnya menerima Loan atau mencari Loan ( tambah hutang-red), sedang hibah tak sampai mencapai implementasi lansungnya, menguap kemana-mana. Siapakah yang rugi dan Siapakah yang salah? Sejahat apapun tujuan terselubung negara asing, kita tak bisa menyalahkan mereka, karena itulah politik penuh intrik dan strategi, hanya saja sejauh mana kita membangun pertahanan mengahadapinya itu yang perlu dipikirkan ( bagi para pemikir) apakah kita akan jadi pemain dari sebuah permainan yang diciptakan orang asing, menjadi pihak yang kalah yang menang? Atau telah menciptakan permainan baru untuk dimainkan bersama mereka? , sampai kapan kita menganggap mereka penjajah, jika kadang kenyataanya kita sendiri minta dijajah.
Tanah airku, tidak kulupakan, kan kukenang seumur hidupku
Karena cinta aku berkata
Karena tak rela aku bersuara
Selasa 11:28 29 Agustus 2006.
Ini hanya unek-unek yang ingin kutulis, tentang apa yang aku lihat dan kurasakan, ini hanya pendapat pendapat, yang bisa saja salah bisa juga benar, dan setiap pendapat bisa dibantah, bisa disanggah.
Dalam politik luar negeri suatu negara yang tertuang dalam kebijakan luar negerinya( Foreign Policy ) tujuannya adalah untuk mencapai kepentingan negara tersebut, untuk keuntungan Negaranya sendiri, jadi apakah mungkin jika sebuah kebijakan Negara asing untuk memberi hibah kepada negara Indonesia untuk tujuan “ Rugi “ rasanya tidak mungkin, semua pasti untuk kepentingan negaranya, bagaimanapun negara tidak akan dianggap berdaulat jika tidak mampu memperjuangkan kepentingannya, Cuma sejauh mana kepentingan yang ingin dicapai tentu berbeda setiap negara, apakah hanya sekedar kepentingan untuk terciptanya hubungan baik antara dua Negara, kepentingan untuk bisa mempengaruhi ( influence), kepentingan untuk bisa menunjukkan kekuasaan (power) yang akhirnya bisa menjadi kekuatan untuk memaksa (force), sebagai puncak dari tujuan politik, , tergantung pada negara mana sebagai subjek pelaku dalam kebijakan itu sendiri. Begitu juga dengan Hibah ada juga Negara asing. Sedikit banyak mereka pasti menginginkan keuntungan dari apa yang telah mereka beri.
Semalam ada berita radio, bahwa Bank Dunia minta laporan pertanggung jawaban Indonesia terhadap dana bantuan luar negeri untuk Bencana di Indonesia yang dicurigai Bank dunia dikorupsi berbagai pihak di daerah bencana sendiri atau di luarnya. Jika kecurigaan itu benar, alangkah ruginya, dua kali rugi mungkin, hibah saja sudah mungkin saja menyimpan maksud terselubung yang tidak mudah dideteksi atau sebagian pihak tidak mau meneliti mengapa, apa dan untuk apa ( termasuk yang lagi nulis-red)), jika hibahnya juga dikorupsi, duh tambah-tambah rugi. Dalam kasus ini adalah benar benar dana segar yang terkucur untuk saat dan pasca bencana yang terjadi. Bagaimana dengan berbagai hibah yang datang ke Indonesia dalam bentuk yang berbeda seperti untuk penanggulangan bencana sebelum terjadi bencana ( mitigation), bagaimana pula dengan bantuan hibah yang dikelola langsung oleh negara pendonor seperti pengiriman tenaga ahli ke Indonesia.
Sebagai negara yang menyadari posisi yang hingga kini tergolong negara dunia ke-III, rasanya juga tak mungkin menolak hibah, kita juga butuh dana untuk membangun bangsa ( kata-kata yang sering didengar), selagi masih hibah refleksi niat baik ( good will) negara asing terhadap kita ambil saja, mumpung belum ada pasal pasal hutang yang harus ditandatangani. Tapi sering terjadi bantuan hibah itu menguap saja entah kemana, tak begitu tampak hasilnya, sedang negara pendonor seing merasa jika sudah sampai target mereka, mereka sudah sukses dalam kontek kepentingan mereka, mereka sudah bikin program ini dan program itu dan sudah menghabiskan dana sekian dan ada bukti tidak dikorupsi untuk kepentingan pribadi, kelanjutannya? Terserah anda, sebagai pemilik bangsa.
Dalam contoh yang kecil yang langsung ditemui, seperti tenaga ahli, tenaga ahli yang dikirim ke Indonesia adalah hibah negara asing. Seharusnya mereka adalah orang orang yang harus dikuras otaknya, diambil ilmu dan keahliannya sebanyak banyaknya untuk bangsa ini, kerena memang untuk tujuan itu mereka dikirim ke sini. Tapi yang sering juga ditemui jangankan menguras ilmu dan keahlian mereka, untuk mendengarkan paparan singkat tentang ilmu yang mereka bisa di negara ini, banyak yang mempertanyakan “ saya dibayar berapa? untuk mendengarkan”. Padahal ilmu itu mahal, banyak orang pintar dan jenius di negara ini yang belum tentu mau berbagi ilmu walaupun kita telah meminta-minta. Jika tujuan mendengarkan hanya untuk menjawab pertanyaan dibayar berapa? rasanya juga itu juga yang akan tinggal dan paparan ilmu tadi menguap dan mungkin terbang bersama angin kembali ke negara asing lagi ( sayang sekali) dan yang tertinggal sebuah cap dari negara asing orang Indonesia Money Oriented. Tak rela jika kata-kata itu terlontar dari para ahli-ahli asing itu, sebagai bagian dari bangsa ini, jujur aku tak rela, seburuk apapun negeri ini adalah tumpah darahku jua tempat aku lahir dan dibesarkan dengan segala keelokan dan kencantikannya, tapi apa harus dikata jika kenyataan kadang memaksa untuk tak bisa membela diri.
Dan jika project-project bantuan resmi negara asing itu mengadakan seminar-seminar, yang diundang sering adalah para pejabat dan pihak-pihak berkepentingan dari instansi pemerintah yang terkait dengan bidang project, sejauh yang dilihat dan diketahui setiap seminar itu memakan biaya yang sangat mahal, karena diadakan di hotel-hotel berbintang, para peserta ditanggung biaya dari mulai berangkat hingga sampai kembali ke rumah mereka sendiri, dan sering mereka datang dari daerah-daerah yang jauh dari Jakarta, berapakah biayanya?. Ini tergolong perjalanan dinas, dan perjalanan dinas juga mendapat uang perjalanan dari instansi yang mengirim mereka ( aku tidak tahu apakah semua instansti begini, tapi sepanjang yang aku lihat memang begitu), berarti beserta itu mendapatkan uang perjalanan ganda dari project dan dari instansi, yang dihadiri adalah seminar contohnya saja “ Penanggulangan Bencana” dan yang pasti tujuannya untuk kebaikan bangsa ini juga. Tidak bisa disebut korupsi jika dana itu ganda, karena prosedurnya resmi dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan, termasuk project itu sendiri. Tapi seandainya saja, jika boleh kita berandai-andai ( hmm.kata AA-Gym seburuk apapun bangsa kita kita jangan takut punya mimpi bangsa ini akan maju dan bagus, jika bermimpi saja takut, bagaimana akan mewujudkan, jadi anggap aja ini mimpi), jika dana yang dari project itu untuk peserta, semua peserta sudi menolak untuk mengambil dana itu karena biaya perjalanan mereka sudah ditanggung instansi, dan mereka bisa bersuara bulat dana itu dikumpulkan untuk kepentingan tujuan akhir dari seminar itu sendiri “ penanggulangan Bencana” cukup besar juga, kalau nomimal pribadi tentu tak seberapa tapi dikumpul tentu banyak. Tapi jika satu seminar biayanya 100-200 juta, jika untuk peserta separuhnya 50-100 juta, dan separuhya untuk biaya operasional jika ada 10 kali seminar berarti bisa terkumpul 500 juta- 1 millyar, mungkin sudah bisa menbangun dam kecil atau bendungan kecil untuk tujuan mengatasi bencana ( maaf jika salah hitung,,bukan orang tehnik). Tapi itu tak pernah ada, bagi project-pjoect negara asing itu mereka tidak rugi, sebesar apapun biaya yang diluarkan untuk program-porgram mereka adalah bagian dari Hibah terera jelas dalam anggaran negara mereka dan laporan itu ada dan sangat jelas, kemana dan untuk apa. Dan dalam laporan mereka, mereka telah sukses, mengalokasikan dana Hibah kesini dan kesitu, dan tentu saja dalam laporan merekan akan terdapat laporan pembayaran pada peserta seminar. Dan saat kita benar-benar membutuhkan dana untuk membangun fasilitas-fasilitas untuk menanggulangi bencana, Indonesia tak punya dana segar, akhirnya menerima Loan atau mencari Loan ( tambah hutang-red), sedang hibah tak sampai mencapai implementasi lansungnya, menguap kemana-mana. Siapakah yang rugi dan Siapakah yang salah? Sejahat apapun tujuan terselubung negara asing, kita tak bisa menyalahkan mereka, karena itulah politik penuh intrik dan strategi, hanya saja sejauh mana kita membangun pertahanan mengahadapinya itu yang perlu dipikirkan ( bagi para pemikir) apakah kita akan jadi pemain dari sebuah permainan yang diciptakan orang asing, menjadi pihak yang kalah yang menang? Atau telah menciptakan permainan baru untuk dimainkan bersama mereka? , sampai kapan kita menganggap mereka penjajah, jika kadang kenyataanya kita sendiri minta dijajah.
Tanah airku, tidak kulupakan, kan kukenang seumur hidupku
Karena cinta aku berkata
Karena tak rela aku bersuara
Selasa 11:28 29 Agustus 2006.
kerja and kerja
lumayan hari ini banyak kerjaan. rasanya waktu lebih berarti dari tidak melakukan apa apa.
Wednesday, August 23, 2006
Gubahanku (lagu)
Gubahanku
Ku tuliskan lagu ini
Ku persembahkan padamu
Walau pun tiada indah
Syair lagu yang ku gubah
Ku ingatkan kepadamu
Akan janjimu padaku
Hanyalah satu pintaku
Jangan kau lupakan daku
( korus )
Walau apa yang terjadi
Tabahkan hatimu selalu
Jangan sampai kau tergoda
Mulut manis yang berbisa
Setahun kita berpisah
Serindu terasa sudah
Duhai gadis pujaanku
Cintaku hanya padamu
diambil dari http://www.liriklagu.com/liriklagu_ad/2BY2_GubahanKu.html
Ku tuliskan lagu ini
Ku persembahkan padamu
Walau pun tiada indah
Syair lagu yang ku gubah
Ku ingatkan kepadamu
Akan janjimu padaku
Hanyalah satu pintaku
Jangan kau lupakan daku
( korus )
Walau apa yang terjadi
Tabahkan hatimu selalu
Jangan sampai kau tergoda
Mulut manis yang berbisa
Setahun kita berpisah
Serindu terasa sudah
Duhai gadis pujaanku
Cintaku hanya padamu
diambil dari http://www.liriklagu.com/liriklagu_ad/2BY2_GubahanKu.html
Tuesday, August 22, 2006
kicauan pagi
Jemputlah lah pagi
Saat pipit padi masih riang bernyanyi
Songsonglah mentari
Sebelum embun mengering di kelopak padi
Panjatkan puji
Sebelum hari ini berganti
17 July 2006, disaster room
hari ini ku terbangun oleh kicauan riuh burung di atap rumah, ach pipit padikah? tentu tidak mana ada pipitpadi di berkicau di atap-atap rumah di sudut kota Jakarta, mungkin juga sejenis pipit tapi pasti bukan pipit padi( Hmm..aku tidak terlalu paham tentang klasifikasi pipit). Tapi kicauan riuh itu menyentakkanku dari mimpi, apakah hari telah pagi hingga burung burung itu riuh bernyanyi, telah berlalukah subuh? atau telatkah aku bangun? kuraih jam tangan kecil, dalam gelap kucoba baca jarum-jarum kecil itu, ya walau sebenarnya kutakut gelap tapi tidur dibawah sinaran terang lampu neon yang tepat berada di atas kepalaku tidak baik untuk kesehatan karena akan mengeluarkan ion-ion negatif yang menganggu stabilitas tubuh, hmm hari baru pukul 4 lewat sedikit, mengapa burung-burung itu riuh berkicau? tak lama berselang terdengar sayup-sayup orang mengaji pertanda subuh tak lama lagi, dan azanpun berkumandang. walau ada sudut hati yang masih bertanya mengapa burung itu berkicau terlalu pagi, tapi sudahlah buat apa hati bersengketa jika jawabpun tak bersua anggap saja mereka sengaja menbangunkan ku pagi ini, agar bisa kusongsong pagi, terimakasih padamu kicauan pagi.
Saat pipit padi masih riang bernyanyi
Songsonglah mentari
Sebelum embun mengering di kelopak padi
Panjatkan puji
Sebelum hari ini berganti
17 July 2006, disaster room
hari ini ku terbangun oleh kicauan riuh burung di atap rumah, ach pipit padikah? tentu tidak mana ada pipitpadi di berkicau di atap-atap rumah di sudut kota Jakarta, mungkin juga sejenis pipit tapi pasti bukan pipit padi( Hmm..aku tidak terlalu paham tentang klasifikasi pipit). Tapi kicauan riuh itu menyentakkanku dari mimpi, apakah hari telah pagi hingga burung burung itu riuh bernyanyi, telah berlalukah subuh? atau telatkah aku bangun? kuraih jam tangan kecil, dalam gelap kucoba baca jarum-jarum kecil itu, ya walau sebenarnya kutakut gelap tapi tidur dibawah sinaran terang lampu neon yang tepat berada di atas kepalaku tidak baik untuk kesehatan karena akan mengeluarkan ion-ion negatif yang menganggu stabilitas tubuh, hmm hari baru pukul 4 lewat sedikit, mengapa burung-burung itu riuh berkicau? tak lama berselang terdengar sayup-sayup orang mengaji pertanda subuh tak lama lagi, dan azanpun berkumandang. walau ada sudut hati yang masih bertanya mengapa burung itu berkicau terlalu pagi, tapi sudahlah buat apa hati bersengketa jika jawabpun tak bersua anggap saja mereka sengaja menbangunkan ku pagi ini, agar bisa kusongsong pagi, terimakasih padamu kicauan pagi.
merenda senja
senja merambat menantang malam
mengharap gelap merindu senyap
mengejar barat abaikan timur
menghitung detik berkurang umur
senja merambat pelan perlahan
merenda sketsa warna jingga
andai di sana bisa kutitip rasa
izinkan kugores satu kata....
mengharap gelap merindu senyap
mengejar barat abaikan timur
menghitung detik berkurang umur
senja merambat pelan perlahan
merenda sketsa warna jingga
andai di sana bisa kutitip rasa
izinkan kugores satu kata....
Monday, August 21, 2006
kicauan sendu
hari ini tiada rintik singgah ke bumi
sejak musim mulai berganti
rengkah tanah melebar mengering
bertebarkan jerami melapuk sehabis panen yang lalu
tunggul tunggul usang tanpa selibu
lemah gontai langkah petani
kapankah mulai mencangkul lagi?
menyemai benih di persemian
bergaduh bajak dan air sawah
bercanda kerbau dengan lumpur
sejak musim mulai berganti
rengkah tanah melebar mengering
bertebarkan jerami melapuk sehabis panen yang lalu
tunggul tunggul usang tanpa selibu
lemah gontai langkah petani
kapankah mulai mencangkul lagi?
menyemai benih di persemian
bergaduh bajak dan air sawah
bercanda kerbau dengan lumpur
Wednesday, August 16, 2006
Negeriku HUt Ri ke 61
esok adalah hari ulang tahun kemerdekaan negeri ini Indonesia ( gak tau mo nulis apa berhubung suasana hati telah berganti )
Tuesday, August 15, 2006
Sajak Buya HAMKA
Di atas runtuhan Melaka Lama
penyair termenung seorang diri
ingat Melayu kala jayanya
pusat kebesaran nenek bahari
Di sini dahulu laksamana Hang Tuah
satria moyang Melayu sejati
jaya perkasa gagah dan mewah
"tidak Melayu hilang di bumi"
Di sini dahulu payung berkembang
megah bendahara Seri Maharaja
bendahara cerdik tumpuan dagang
lubuk budi laut bicara
Pun banyak pula penjual negeri
mengharap emas perak bertimba
untuk keuntungan diri sendiri
biarlah bangsa menjadi hamba
Inilah sebab bangsaku jatuh
baik dahulu atau sekarang
inilah sebabnya kakinya lumpuh
menjadi budak jajahan orang
Sakitnya bangsaku bukan di luar
tapi terhunjam di dalam nyawa
walau diubat walau ditawar
semangat hancur apakan daya
Janji Tuhan sudah tajalli
mulialah umat yang teguh iman
Allah tak pernah mungkir janji
tarikh riwayat jadi pedoman
malang mujur nasibnya bangsa
turun dan naik silih berganti
terhenyak lemah naik perkasa
tergantung atas usaha sendiri
Riwayat lama tutuplah sudah
sekarang buka lembaran baru
baik hentikan termenung gundah
apalah guna lama terharu
Bangunlah kekasih ku umat Melayu
belahan asal satu turunan
bercampur darah dari dahulu
persamaan nasib jadi kenangan
Semangat yang lemah buanglah jauh
jiwa yang kecil segera besarkan
yakin percaya iman pun teguh
zaman hadapan penuh harapan
** didapat dari blog teman, makasih Radja Nusantara.http://radjanusantara.multiply.com/journal/item/40 and http://radjanusantara.blogspot.com/
Mokasi banyak Mpuang lah mambuek operasi darurat amputasi blog :) and met menempuh hidup baru
penyair termenung seorang diri
ingat Melayu kala jayanya
pusat kebesaran nenek bahari
Di sini dahulu laksamana Hang Tuah
satria moyang Melayu sejati
jaya perkasa gagah dan mewah
"tidak Melayu hilang di bumi"
Di sini dahulu payung berkembang
megah bendahara Seri Maharaja
bendahara cerdik tumpuan dagang
lubuk budi laut bicara
Pun banyak pula penjual negeri
mengharap emas perak bertimba
untuk keuntungan diri sendiri
biarlah bangsa menjadi hamba
Inilah sebab bangsaku jatuh
baik dahulu atau sekarang
inilah sebabnya kakinya lumpuh
menjadi budak jajahan orang
Sakitnya bangsaku bukan di luar
tapi terhunjam di dalam nyawa
walau diubat walau ditawar
semangat hancur apakan daya
Janji Tuhan sudah tajalli
mulialah umat yang teguh iman
Allah tak pernah mungkir janji
tarikh riwayat jadi pedoman
malang mujur nasibnya bangsa
turun dan naik silih berganti
terhenyak lemah naik perkasa
tergantung atas usaha sendiri
Riwayat lama tutuplah sudah
sekarang buka lembaran baru
baik hentikan termenung gundah
apalah guna lama terharu
Bangunlah kekasih ku umat Melayu
belahan asal satu turunan
bercampur darah dari dahulu
persamaan nasib jadi kenangan
Semangat yang lemah buanglah jauh
jiwa yang kecil segera besarkan
yakin percaya iman pun teguh
zaman hadapan penuh harapan
** didapat dari blog teman, makasih Radja Nusantara.http://radjanusantara.multiply.com/journal/item/40 and http://radjanusantara.blogspot.com/
Mokasi banyak Mpuang lah mambuek operasi darurat amputasi blog :) and met menempuh hidup baru
I'M GONNA LOOSE YOU - ( The Classic)
The sweet is dream,
I dream with you
You're my sunshine when
Troubles make me blue
I'am so alone know that you go
I didn't mean to hurt you
You come back where you belong
* Yes I know I know I'm
Gonna loose you
But my shoes keep
Running back to you
"Cause they know, there
Never be another
There will never be
Another you
Still I go, that same on
Play and
Where we walk together,
Kiss the night away
Only a fool good let you
Go…,
My world is so empty,
Come back I miss you so
Repeat * twice
I dream with you
You're my sunshine when
Troubles make me blue
I'am so alone know that you go
I didn't mean to hurt you
You come back where you belong
* Yes I know I know I'm
Gonna loose you
But my shoes keep
Running back to you
"Cause they know, there
Never be another
There will never be
Another you
Still I go, that same on
Play and
Where we walk together,
Kiss the night away
Only a fool good let you
Go…,
My world is so empty,
Come back I miss you so
Repeat * twice
Monday, August 14, 2006
Sunday, August 13, 2006
Pesantren Impian
Ini bukan cerita bersambung dalam majalah Annida, tentang pesantren impian yang nun jauh dinegeri Sabang di paling ujung pulau Sumatra terpencil, sunyi dan damai, tapi ini adalah pesantren impian yang entah di mana mungkin di negeri antah barantah.
Kini jika ada yang menyebut kata pesantren atau tak sengaja mataku membaca kata pesantren, jujur ada riak riak aneh di hati ini. Ada kerinduan ada kehampaan, ada sedih ada yang hilang ada kosong ada sejuk segala rasa rasa aneh bercampur aduk di hati ini. Aku rindu pesantren, sesuatu yang tak pernah aku miliki dan rasakan sejak dulu, kerinduan yang seakan kusesali waktu andai bisa kubalik, andai bisa kukembali dan putar waktu dimana ku bisa masuki dunia yang kini membuatku rindu, tapi kini hanya derai rindu yang mengalir di mataku, dan waktu telah berlalu.
Dulu aku tak pernah berfikir akan merindukan dunia ini, tak pernah terlintas dibenakku. Waktu aku menyelesaikan SD aku memasuki SMP biasa yang tak jauh dari kampungku yang bisa kutempuh dengan berjalan kaki, seorang Bapak-Bapak di kampungku pernah bertanya “ mengapa tidak masuk Tsanawiyah, atau Pesantren?” mungkin itu pertanyaan yang wajar dilontarkan padaku mengingat latar belakang Bapak yang disebut “ Buya” di kampungku, alhamdulillah aku terlahir menjadi putri seorang Bapak yang telah menjadikan aku seorang islam sejak lahir sesuai fitrahku, sosok yang sangat aku hormati walau aku sadar Bapak adalah manusia biasa yang tak luput dari cela, ya waktu itu dengan santai aku menjawab “ belajar agama kan bukan hanya dipesantren, di sekolah umumpun jika kita ingin belajar agama bisa aja dan juga di rumah jika dididik dengan agama juga akan mengerti tentang agama, dan sekarang liat aja banyak lulusan pensantren malah lebih tidak peduli dengan agama dari lulusan sekolah umum” ya begitulah pendapatku waktu itu, pendapat yang kuanggap sangat benar, aku sering mendengar cerita dikampung tentang Si A. Si B dan Si C yang katanya dulu lulusan pesantren tapi lihatlah sekarang, salah satu yang alasan yang membuat aku sama sekali tidak tertarik dengan dunia pesantren, dan pengalaman sepupuku yang kabur dari pesantren ternama di sebuah kota di Ranah Minang juga menambah ketidak tertarikanku, dia menghilang dua bulan dari pesantren tanpa sepengatahuan keluarga besarku, pihak pesantren juga tidak memberi tahu , hal itu terkuak saat sepupu tertuaku pergi menjenguk dia kesana dan ternyata dia sudah menghilang sejak dua bulan sebelumnya. Keluarga mana yang tak cemas anak dilepas untuk belajar ternyata hilang tak tau rimba dan kabar berita. Lama juga waktu untuk mencarinya dan akhirnya ditemukan, dan alasan dia keluar adalah katanya tidak tahan dengan keterkekangan aturan yang terlalu keras, dan ia merasa terbuang disana, dia menganggap anak anak yang dimasukkan disana anak anak bandel yang dipaksa dididik dengan keras dan termasuk dirinya, walau akhir akhir ini aku berfikir itu hanyalah bentuk pemberontakan seorang anak akan orang tua saat gejolak usia remaja, saat meraka minta perhatian dan kasih sayang lebih banyak, dan tak terpenuhi saat meraka berada dipesantren atau kesiapan anak yang masih labil mengahadapi perubahan dirinya, jadi kesalahan rasanya bukan pada pesantren. Tapi sedikit banyak peristiwa itu telah menpengaruhiku dan juga mungkin keluargaku, buktinya saat aku tamat SD tak ada yang menganjurkan aku masuk pesantren atau tsanawiyah, SMP adalah kebebasan memilih satu satunya bagiku selain hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki yang jaraknya dua kilo meter dari kampungku, ya lebih murah jika dibandingkan aku harus mondok dipesantren seperti sepupuku itu yang harus menyediakan uang perbulan yang tentu tak boleh telat dan yang tentu cukup mahal buat kantong orang tuaku yang petani biasa. Dan yang lebih kuat waktu itu aku memang sama sekali tidak tertarik., kasih sayang orang tua begitu penuh kudapatkan rasanya sangat sayang jika harus tinggal jauh di pesantren. Dan mungkin begitu juga dengan kakakku, kami belajar di SMP dan SMU yang sama. Hingga aku tamat SMU pendapatku tidak berubah, yang belum ada getar getar rindu akan dunia pesantren padaku hari-hariku kujalani biasa.
Saat aku duduk di bangku kuliah, entah dari mana awalnya aku mulai merasa ada yang kurang dalam hidupku, ilmu yang agama yang ku tahu selama ini tak seberapa, rumahku memang telah menanamkan nilai nilai agama padaku tapi itu tak seberapa hanya kulit kulit luarnya saja. Buku buku bapak yang telah kubaca tidak begitu banyak untuk memuaskan hasrat keingintahuanku, karena bagaimanapun buku tetap sesuatu yang lux dalam keluargaku sehingga tidak ada anggaran khusus untuk membeli buku karena dipakai untuk memenuhi kebutuhan yang lebih mendasar, hanya terkadang jika bapak meminjam buku dari rekan-rekannya akupun akan ikut membaca. Di saat aku mengenal teman temanku yang berlatar belakang pesantren ada rasa kosong dalam hatiku, dan mulai berfikir betapa beruntungnya mereka, betapa banyak ilmu yang mereka miliki untuk dunia dan akhirat, aku hanya bisa bengong saat teman teman satu angkatanku bertutur kata dalam bahasa arab, aku punya beberapa teman suka berbahasa arab di kelas, mereka cerita tentang kitab Kuning, arab gundul, sikap mereka seakan punya dalil yang kuat mereka bertutur begitu teratur dan tak jarang jarang diselingi dengan penjelasan yang jelas tentang Alquran,ya mereka hafal alquran, sedang aku ayat ayat pendekpun diragukan, katanya seorang anak yang hafal Al-quran bisa menghadiahkan Mahkota untuk Ibundanya kelak di akhirat, oh Bunda maafkan anakmu ingin kuhadiahkan mahkota itu untukmu, tapi bagaimana mungkinkah dan masih bisakah aku memulai?. Ada pesantren yang dekat dengan kampusku, setiap ku melewati depan pesantren itu setiap kali pula ada ruang yang terusik, dan aku tidak tau apa namanya rindu, haru atau sedihkah?.
Di tahun 2003 ada dua adik-adik mahasiswa baru yang masuk kost-san ku, mereka jebolan pesantren (yossi and yetti), tutur bahasa mereka begitu halus dan tertata, aku sering bertandang ke kamar mereka hanya ingin mendengar mereka bercerita atau meminjam buku-buku mereka, jika mereka bercerita tentang bagaimana suasana dan cara mereka belajar di pesantren adalah kisah kisah yang diam diam begitu ingin kusimak dan aku tidak menceritakan kepada mereka betapa berartinya kisah itu bagiku. Bersama mereka aku temukan apa yang tidak ada pada diriku, sering kami habiskan waktu selepas subuh untuk lari pagi keliling kampus yang lumayan luas, ya aku suka hal itu karena itu salah satu cara menghilangkan kebiasaan burukku yang suka mengulang tidur selepas sholat shubuh dan baru bangun kembali 45 menit sebelum kelas di mulai, ya jarak kos dan kampusku cukup dekat hanya butuh waktu 5 menit saja untuk mencapainya. mereka bilang “ Kak, olah raga ala Rasullullah begini, seperti berkuda dan memanah “, ya mereka mengajarkan gerakan gerakan olah raga itu padaku, (duh adek-adekku yang manis kakak kangen kalian, rajin belajar ya dek moga ada suatu masa kelak yang dapat mempertemukan kita kembali).
Di sisi lain aku juga sadar pesantren juga bukan jaminan akan melahirkan lulusan-lulusan yang agamais karena semuanya berpulang juga pada pribadi masing masing, aku juga punya teman sekampus yang lulusan pesantren tapi setelah di universitas tidak mencerminkan dia seorang lulusan pesantren, dia masuk kelompok suatu aliran music yang menurut rekan rekannya salah satu ritualnya adalah meminum darah hewan atau menginjak-nginjak Al-quran sebagai syarat menjadi anggota kelompok itu, benar atau salah cerita itu aku tidak tau, dan apakah temanku itu juga telah sejauh itu, aku juga tidak tau juga tidak akan berani bertanya padanya. Dalam suatu dialogku dengannya, dia pernah mengatakan bahwa masuk pesantren bukanlah keinginannya tapi keinginan orang tuanya, dia merasa terkekang dan dipaksa berada disana, waktu dia bercerita hal itu aku hanya memberi komentar “ Sekurang-kurangnya kamu sudah punya bekal untuk hidupmu kelak terlepas dari diamalkan atau tidak hari ini, 6 tahun di pesantren pasti ada yang tetap berbekas ilmu itu dalam hidupmu dan kamu beruntung sudah punya kesempatan untuk belajar” ya walau bagaimanapun aku tetap menganggapnya beruntung punya kesempatan untuk belajar agama lebih banyak dibanding aku. Diamalkan atau tidak itu adalah pertanggungjawaban pribadinya dengan sang Khalik. Waktu itu ia menjawab komentarku dengan senyuman, aku anggap saja itu tanda persetujuan darinya, semoga suatu hari nanti teman, engkau akan menjadi seperti yang diharapkan orang tuamu, perlambang kelam yang sering engkau kenakan akan berganti dengan warna yang terang penuh cahaya, karena sesungguhnya engkau telah punya lentera tinggal menyalakan pematiknya. Aku telah sematkan rindu pada pesantren dan sisi lain ini tak lagi membuatku ragu dan mampu enyahkan rindu yang semakin mengharu biru.
July 2006, aku tak masuk kantor karena sakit aku hanya beristirahat di rumah pamanku di Tangerang, pagi itu aku ngobrol dengan seorang Ibu yang memberi jasa cuci dan gosok di rumah pamanku, ya paman dan tanteku adalah sepasang suami istri yang sibuk sehingga butuh jasa orang lain untuk menyelesaikan perkerjaan rumah yang kadang terbengkalai saat selama ini belum menemukan orang yang tepat untuk memberi jasanya. Ibu itu bercerita jika putra bungsunya sekarang berada di pesantren di Jawa barat dan dia bekerja untuk membiayai sekolah anaknya di pesantren, dia bertutur kasian anaknya jika tidak dimasukkan ke pesantren sejak SD anaknya sudah punya keinginan kuat untuk bisa bersekolah di pesantren, anaknya sudah mulai menabung dengan berjualan Koran agar bisa masuk pesantren selepas tamat dari SD, hingga menurut Ibu itu tak tega jika keinginan anaknya tak dituruti, walau biayanya mahal selama dia bisa bekerja dia akan berusaha membiayai anaknya selama belajar di sana, dan jika niatnya baik rejeki pasti ada katanya, buktinya di pesantren itu biaya yang dikenakan padanya separuh dari biaya perbulan yang harus dibayar sedang separuhnya lagi ditanggung oleh seorang ustad. aku terharu dan salut mendengar ceritanya, andai waktu seumur anaknya, aku punya keinginan sekuat keinginan anaknya, pasti orangtuaku akan memasukkan aku ke pesantren, karena orang tua akan melihat kemana keinginan kuat anaknya dan berusaha menurutinya selama keinginan itu baik, walau bukan dari keluarga berada rasanya kalau buat urusan sekolah Ayah-Bunda selalu berusaha, ya aku ingat sejak kecil berbagai kursus aku ikuti dan bahkan sanggar untuk kemampuan seni dan bakat, ayah bunda tak pernah keberatan atau melarangku ( Oh Ayah Bunda, terimakasih) Tapi sayang waktu itu aku aku tidak punya keinginan itu sama sekali tidak terlintas dalam pikiran tentang pesantren. Dan kini berandai-andaipun tiada guna waktu telah berlalu dan tak mungkin lagi kembali.
Rabbi.. kini aku tak tau kemana rindu ini akan aku labuhkan.tapi rindu itu tetap mengisi ruang hatiku, beriku ku waktu, dan kesempatan untuk mengisi ruang kosong di hati ini, waktu yang lalu tak mungkin kembali, hanya hari ini yang kumiliki dan esok belum tentu menghampiri.
*** sebenarnya tulisan ini belum selesai, cukuplah segini dulu, semoga suatu saat disambung lagi***
Subscribe to:
Posts (Atom)